Sekarang dan Keridhaan: Dua Kunci Utama Menuju Bahagia Sejati dalam Islam
Dalam pusaran waktu yang
tak pernah berhenti, manusia sering kali tersesat. Pikiran kita kerap
berkelana, terperangkap dalam bayang-bayang masa lalu yang penuh penyesalan
atau disibukkan oleh kecemasan akan masa depan yang belum terjamah. Namun,
dalam ajaran Islam yang paripurna, ada dua pilar utama yang menuntun kita
kembali ke jalur ketenangan dan kebahagiaan: sekarang dan keridhaan.
Dua konsep ini, meski
tampak sederhana, menyimpan kearifan mendalam yang mampu mengubah cara kita
memandang dan menjalani kehidupan. Keduanya adalah fondasi kokoh untuk mencapai
sa'adah, kebahagiaan sejati yang tidak hanya bersifat lahiriah, tetapi
bersemayam dalam hati.
1. "Sekarang": Satu-satunya Waktu yang Kita Miliki
Hidup adalah rangkaian dari
momen-momen "sekarang" yang terus berlanjut. Islam mengajarkan kita
untuk menghargai setiap detiknya, karena waktu adalah anugerah terbesar yang
diberikan Allah SWT. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
"Dan tidak ada seorang
pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya
besok..." (QS. Luqman: 34)
Ayat ini menegaskan betapa
rapuhnya genggaman kita terhadap waktu selain waktu yang kita jalani saat ini.
Masa lalu telah berlalu, pelajaran telah diambil, dan ia tidak akan pernah kembali.
Masa depan adalah misteri yang sepenuhnya berada dalam kuasa Allah. Oleh karena
itu, satu-satunya waktu yang dapat kita kelola dan manfaatkan adalah sekarang.
Rasulullah ﷺ, sebagai
teladan terbaik, menekankan pentingnya memanfaatkan waktu saat ini. Beliau
bersabda:
"Manfaatkanlah lima
perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum datang masa tuamu, masa
sehatmu sebelum sakitmu, masa kayamu sebelum fakirmu, masa luangmu sebelum
sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Hadis ini adalah seruan
yang menggugah untuk tidak menunda-nunda kebaikan. Masa muda adalah saat
kekuatan fisik dan mental kita berada di puncaknya, masa sehat adalah
kesempatan untuk beribadah tanpa hambatan, masa kaya adalah waktu untuk
berbagi, masa luang adalah jendela untuk mendekatkan diri kepada Allah, dan
masa hidup adalah peluang terakhir untuk mempersiapkan diri sebelum hari
perhitungan. Semua ini hanya bisa dilakukan sekarang.
Para ulama juga memberikan
penekanan yang kuat. Al-Hasan Al-Basri berkata, "Wahai anak Adam,
sesungguhnya engkau hanyalah kumpulan hari. Jika satu hari telah berlalu, maka
sebagian dari dirimu telah pergi." Perkataan ini menjadi pengingat yang
tajam bahwa setiap hari yang kita lewatkan tanpa makna adalah kerugian besar.
2. "Keridhaan": Jantung Kebahagiaan dalam Iman
Banyak manusia mencari
kebahagiaan di luar dirinya. Mereka mengejar harta, status, atau pujian dari
orang lain. Namun, kebahagiaan yang hakiki bukanlah sesuatu yang bisa dibeli
atau didapatkan dari dunia luar. Kebahagiaan sejati, dalam pandangan Islam,
lahir dari keridhaan (رضا) hati terhadap segala ketetapan Allah SWT.
Keridhaan adalah sikap
penerimaan yang tulus terhadap takdir, baik yang kita anggap baik maupun buruk.
Ia merupakan buah dari keyakinan yang mendalam bahwa Allah adalah Maha
Mengetahui dan Maha Bijaksana. Apa pun yang ditetapkan-Nya pasti mengandung
hikmah terbaik bagi hamba-Nya, meskipun akal kita yang terbatas belum mampu
memahaminya. Allah berfirman:
"Boleh jadi kamu
membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu; dan boleh jadi kamu menyukai
sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)
Ayat ini adalah fondasi
dari sikap keridhaan. Ini adalah pengingat bahwa persepsi kita tentang baik dan
buruk sering kali dangkal. Penyakit yang kita benci mungkin adalah cara Allah
membersihkan dosa-dosa kita. Kesulitan finansial yang kita sesali mungkin
adalah jalan untuk melatih kesabaran dan keikhlasan. Kekecewaan yang kita rasakan
mungkin adalah pintu gerbang menuju keberhasilan yang lebih besar.
Keridhaan bukanlah sikap
pasif atau menyerah. Sebaliknya, ia adalah sikap aktif yang lahir setelah kita
berikhtiar semaksimal mungkin. Setelah berusaha dan berdoa, kita serahkan hasilnya
kepada Allah. Sikap inilah yang membebaskan hati dari belenggu kekecewaan,
amarah, dan kecemburuan.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah,
seorang ulama besar, menggambarkan keridhaan dengan sangat indah:
“Keridhaan adalah pintu
Allah yang paling agung, surga dunia, dan taman para pencinta.”
Pernyataan ini menunjukkan
bahwa keridhaan adalah pintu gerbang menuju ketenangan batin. Ia adalah
"surga" yang bisa kita rasakan saat masih hidup di dunia, di mana
hati tidak lagi digelisahkan oleh ketidakpastian dunia.
3. Menggabungkan "Sekarang" dan "Keridhaan": Resep
Hidup Bahagia
Kebahagiaan sejati dapat
diraih saat kita menyatukan kedua kunci ini. Fokus pada sekarang dengan
hati yang diliputi keridhaan.
- Fokus pada sekarang: Ini berarti kita tidak membiarkan diri kita
terjebak dalam penyesalan yang sia-sia atas masa lalu. Kita juga tidak
membiarkan kecemasan tentang masa depan mengendalikan pikiran. Sebaliknya,
kita menginvestasikan energi kita sepenuhnya pada waktu yang kita miliki:
menunaikan salat dengan khusyuk, berinteraksi dengan keluarga dengan penuh
cinta, bekerja dengan sungguh-sungguh, dan beribadah dengan ikhlas.
- Hidup dengan keridhaan: Ini berarti kita menerima setiap ujian,
nikmat, dan takdir yang datang pada hari ini dengan hati yang lapang.
Ketika hal baik terjadi, kita bersyukur. Ketika hal buruk menimpa, kita
bersabar dan yakin bahwa ada hikmah di baliknya. Kita tidak mengeluh,
tidak menyalahkan takdir, tetapi justru mencari pelajaran dan kekuatan di
dalamnya.
Gabungan dari keduanya
menciptakan ketenangan jiwa yang luar biasa. Kita tidak lagi hidup dalam
bayang-bayang masa lalu atau ketakutan masa depan. Kita hidup sepenuhnya di
saat ini, dengan hati yang damai karena yakin bahwa segala yang terjadi adalah
kehendak Allah yang terbaik.
Seorang salafus shalih
pernah berkata, "Barangsiapa yang berkeridhaan dengan takdir Allah, maka
ia tidak akan bersedih atas apa yang luput darinya dan tidak akan bergembira
secara berlebihan atas apa yang didapatkannya." Inilah inti dari
ketenangan: hati yang stabil, tidak goyah oleh badai dunia.
Sebuah Pilihan yang Mengubah Kehidupan
"Sekarang" dan
"keridhaan" bukanlah takdir, melainkan sebuah pilihan. Kita selalu
punya pilihan untuk menentukan bagaimana kita akan menjalani hidup. Apakah kita
akan menghabiskan waktu dengan penyesalan, keluhan, dan kekhawatiran yang tak
berujung, atau kita akan memilih untuk hadir sepenuhnya di saat ini dan
menerima setiap ketetapan Allah dengan hati yang ridha?
Memilih untuk hidup di
"sekarang" dan dengan "keridhaan" adalah memilih untuk
membebaskan diri dari belenggu kegelisahan. Ini adalah memilih untuk menjalani
hidup yang tenang, damai, dan penuh berkah. Karena pada akhirnya, “sekarang” adalah
satu-satunya waktu yang pasti kita miliki, dan “keridhaan” adalah satu-satunya
sikap yang bisa menjadikan kita benar-benar bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar