Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com
Tampilkan postingan dengan label Hadis Nabi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hadis Nabi. Tampilkan semua postingan

Rabu, 11 Juni 2025

Ketika Media social dan Algoritma Jadi Majikan, Akal Sehat Bisa Hilang: Saatnya Kembali ke Al-Qur’an dan Hadis

 



Algoritma Jadi Majikan, Akal Sehat Bisa Hilang: Saatnya Kembali ke Al-Qur’an dan Hadis

Scroll bukan riset, viral bukan valid. Ini bukan soal nyinyir, tapi soal sadar. Ketika algoritma dijadikan majikan, akal sehat bisa hilang tanpa jejak. Al-Qur’an dan Hadis hadir bukan untuk menyenangkan, tapi untuk menyadarkan.

Di era digital, kita hidup dalam arus informasi yang tiada henti. Jari-jari tak henti scroll, mata terpaku pada layar, dan pikiran tenggelam dalam banjir konten viral. Banyak yang mengira itu bentuk melek informasi, padahal bisa jadi kita justru kehilangan kesadaran akan kebenaran.

 

1. Ketika Algoritma Menjadi Majikan

Media sosial dirancang untuk mempertahankan perhatian. Algoritma bekerja seperti majikan tak terlihat yang mengatur apa yang kita lihat, pikirkan, bahkan rasakan. Dalam buku The Shallows karya Nicholas Carr, disebutkan bahwa paparan informasi cepat dan dangkal membuat manusia kehilangan kemampuan berpikir mendalam.

Inilah yang disebut dalam psikologi Islam sebagai ghaflah (kelalaian) keadaan hati yang lalai dari mengingat Allah dan kebenaran. Allah SWT berfirman:

 

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri."

(QS. Al-Hasyr: 19)

Ketika kita terlalu tunduk pada algoritma, kita bukan hanya lupa pada Allah, tapi juga lupa pada identitas dan misi hidup sebagai hamba-Nya.

 

2. Scroll Bukan Riset, Viral Bukan Valid

Salah satu ilusi zaman ini adalah menganggap informasi yang viral pasti benar. Padahal, Islam mengajarkan prinsip tabayyun klarifikasi dan verifikasi sebelum menyebarkan informasi.

 

"Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kalian orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti..."

(QS. Al-Hujurat: 6)

Dalam psikologi Islam, ini berkaitan dengan konsep ‘aql (akal) sebagai alat untuk menimbang, bukan sekadar menyerap. Ibn Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa akal adalah cahaya dalam hati, dan ia hanya akan bersinar jika disinari wahyu.

Tanpa wahyu, akal hanyalah alat yang bisa disesatkan. Di sinilah pentingnya menyeimbangkan antara informasi dunia digital dengan ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah.

 

3. Al-Qur’an dan Hadis Hadir untuk Menyadarkan, Bukan Menyenangkan

Konten viral sering dibuat untuk menyenangkan, menghibur, dan mencandu. Tapi wahyu justru datang untuk membebaskan manusia dari ilusi. Dalam Surah Taha ayat 124, Allah memperingatkan bahwa siapa yang berpaling dari peringatan-Nya, maka hidupnya akan sempit, meski mungkin dikelilingi cahaya layar dan gelak tawa virtual.

 

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit..."

(QS. Taha: 124)

Psikolog Muslim kontemporer seperti Dr. Malik Badri menegaskan bahwa kesehatan jiwa sejati hanya bisa dicapai jika manusia selaras dengan fitrah dan petunjuk wahyu. Ia menyebut bahwa peradaban modern menciptakan krisis jiwa karena melepaskan manusia dari nilai-nilai samawi.

 

4. Saatnya Berhenti Sejenak dan Bertanya: Siapa yang Menuntunku?

Apakah hidup kita dibimbing oleh algoritma, atau oleh Al-Qur’an? Apakah kita lebih sering membaca postingan viral ketimbang ayat suci? Apakah kita lebih mempercayai komentar netizen daripada nasihat Rasulullah?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini adalah cermin kesadaran kita. Jika algoritma menjadi guru utama, maka tak heran jika akal sehat pelan-pelan hilang tanpa jejak.

 

Penutup: Kembali kepada Wahyu

Di tengah kebisingan dunia digital, Al-Qur’an dan Hadis adalah suara hening yang menyadarkan. Ia tidak datang untuk menyenangkan ego, tapi menuntun ruh. Ia tidak populer di feed, tapi penuh kekuatan untuk menghidupkan hati.

Sebagaimana dikatakan Al-Ghazali:

 

“Hati manusia adalah cermin. Jika terus-menerus diarahkan ke dunia, ia akan buram. Tapi jika diarahkan ke langit (wahyu), ia akan kembali bening.”

Mari berhenti sejenak dari scroll tanpa arah. Mari kembalikan kendali hidup pada wahyu, bukan algoritma. Karena hidup bukan soal viral, tapi soal nilai. Dan nilai sejati tak ditentukan oleh like dan share, tapi oleh Allah.

Senin, 23 Desember 2024

Sebuah Renungan dari Hadist Imam Ahmad

 




Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali tantangan yang kita hadapi. Sebagai manusia, kita sering kali tergoda untuk mencari pertolongan dari berbagai pihak selain Allah. Keinginan untuk mendapatkan solusi, pertolongan, dan perlindungan dari segala bentuk kesulitan membuat kita kadang melupakan hakikat bahwa hanya Allah yang memiliki kendali penuh atas segala sesuatu. Namun, sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad mengingatkan kita akan pentingnya hanya bergantung kepada Allah dalam segala hal.

Hadist yang Menggetarkan Hati

Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berbunyi:

“Ya Allah, sebagaimana Engkau melindungi wajahku dari bersujud kepada selain Mu, maka lindungilah aku agar jangan memohon kepada selain Mu” (Imam Ahmad).

Hadist ini mengandung dua permohonan yang sangat mendalam: pertama, permohonan agar wajah kita tidak bersujud kepada selain Allah, dan kedua, permohonan agar kita terhindar dari ketergantungan kepada selain-Nya. Dua hal ini menggambarkan pentingnya menjaga kesucian hati dan menjaga ketergantungan kita hanya pada Allah.

Wajah yang Tidak Bersujud kepada Selain Allah

Wajah merupakan bagian tubuh yang paling mulia. Ia adalah bagian tubuh yang kita gunakan untuk menunjukkan penghormatan kepada Allah. Dalam sujud, kita menunjukkan ketundukan kita hanya kepada Allah, sebagai bentuk ibadah tertinggi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

Sesungguhnya sujud itu adalah tanda ketundukan.” (QS. Al-Isra: 109)

Hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad mengingatkan kita bahwa sujud bukan hanya bentuk fisik, tetapi juga simbol ketundukan hati. Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga agar hati kita tidak terjerumus dalam penyembahan atau ketergantungan kepada selain Allah. Setiap ibadah, doa, dan harapan harus diarahkan hanya kepada-Nya, karena hanya Allah yang memiliki kuasa atas segala sesuatu.

Lindungi Diri dari Memohon kepada Selain Allah

Salah satu aspek yang sering kali mengganggu ketundukan hati kita adalah kecenderungan untuk memohon kepada selain Allah. Terkadang, kita merasa bahwa manusia atau benda-benda materi memiliki kekuatan lebih besar dari yang kita miliki. Namun, ini adalah bentuk penyimpangan dari prinsip tawakkul (berserah diri) yang sejati.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

"Dan hanya kepada Allah lah kamu bertawakkal jika kamu benar-benar beriman." (QS. Al-Mumtahanah: 4)

Kita sering kali lebih percaya kepada manusia, benda, atau bahkan status sosial sebagai sumber kekuatan. Padahal, sejatinya hanya Allah yang Maha Menguasai segala sesuatu. Seperti yang disebutkan dalam surah Al-Baqarah, ayat 286:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Mengandalkan selain Allah bukan hanya membahayakan ketenangan hati, tetapi juga bisa mengarah pada kekecewaan. Sebab, segala sesuatu yang tidak berasal dari Allah adalah sesuatu yang sementara, yang bisa hilang kapan saja.

Pentingnya Menjaga Ketergantungan Hanya kepada Allah

Ketika kita bergantung pada selain Allah, kita membiarkan diri kita berada dalam keraguan. Tetapi jika kita sepenuhnya bergantung pada Allah, kita akan merasakan kedamaian yang sejati, meskipun dunia di sekitar kita penuh dengan ketidakpastian. Rasulullah SAW mengajarkan kita bahwa tawakkul (berserah diri) kepada Allah tidak berarti kita hanya berdiam diri tanpa usaha, tetapi kita tetap harus berusaha maksimal dengan keyakinan bahwa hasil akhirnya adalah urusan Allah.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin berkata, "Tawakkul itu bukan berarti tidak berusaha, tetapi berusaha dengan penuh keikhlasan, tanpa mengharapkan hasil selain apa yang Allah takdirkan."

Tawakkul berarti bahwa setelah berusaha sebaik mungkin, kita menyerahkan segala urusan kepada Allah dengan hati yang penuh keyakinan. Ini adalah prinsip yang harus kita pegang teguh, terutama dalam menghadapi cobaan hidup yang seringkali tak terduga.

Menjadi Pribadi yang Mandiri dengan Tawakkul

Menjadi pribadi yang hanya bergantung kepada Allah bukan berarti kita pasif atau tidak berusaha. Justru, tawakkul yang sejati mendorong kita untuk terus berusaha dengan semangat dan optimisme yang tinggi, karena kita tahu bahwa Allah selalu memberi yang terbaik sesuai dengan takdir-Nya. Seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali mereka sendiri yang mengubahnya.” (QS. Ar-Ra’d: 11)

Dengan keyakinan tersebut, kita dapat menghadapi segala tantangan hidup dengan penuh keberanian dan kesabaran. Kita tahu bahwa Allah bersama kita dalam setiap langkah perjuangan. Oleh karena itu, meskipun dunia sering kali penuh dengan ujian, kita harus tetap berusaha dengan ikhlas, tanpa tergantung pada selain-Nya.

Hadist Imam Ahmad mengajarkan kita untuk senantiasa menjaga diri dari ketergantungan kepada selain Allah. Dengan memohon perlindungan dan pertolongan hanya dari-Nya, kita akan merasakan kedamaian sejati dan terhindar dari kekecewaan yang sering kali muncul saat kita mengandalkan selain Allah. Kita harus selalu mengingat bahwa hanya Allah yang Maha Mendengar, Maha Menjawab, dan Maha Memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.

Jangan biarkan ketakutan atau ketergantungan pada hal lain menahan langkah Anda. Anda adalah seorang pejuang dalam kehidupan ini, dan kekuatan terbesar yang Anda miliki adalah tawakkul Anda kepada Allah. Bersandarlah pada-Nya, teruskan usaha Anda, dan percayalah bahwa apa pun yang terjadi, Allah selalu bersama orang-orang yang beriman dan bertawakkul kepada-Nya. Keberhasilan sejati dimulai ketika kita berani sepenuhnya berserah diri kepada-Nya.

Referensi:

  1. Al-Qur’an: Surah Al-Isra, Al-Baqarah, Al-Mumtahanah, Ar-Ra’d.
  2. Hadist dari Imam Ahmad.
  3. Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin.
  4. Dr. Aidh Al-Qarni, La Tahzan.
  5. Quotes dari para motivator dunia yang menekankan pentingnya tawakkul dan keyakinan pada takdir Allah.

Jumat, 04 Oktober 2024

Hadis Nabi dan Relevansinya dengan Perkembangan Teknologi

Perkembangan teknologi yang pesat telah membawa manusia ke era digital yang penuh dengan inovasi dan kecanggihan. Teknologi telah mengubah cara kita bekerja, berinteraksi, dan bahkan beribadah. Namun, sebagai umat Islam, penting untuk selalu merujuk kepada ajaran Nabi Muhammad SAW dalam menyikapi kemajuan teknologi ini. Meskipun Nabi hidup di masa yang jauh sebelum era teknologi modern, prinsip-prinsip yang diajarkan dalam hadits tetap relevan untuk dijadikan pedoman dalam menghadapi tantangan zaman modern ini.


Hadis tentang Ilmu dan Pengetahuan


Salah satu hadis yang sangat relevan dengan perkembangan teknologi adalah anjuran Nabi Muhammad SAW untuk selalu mencari ilmu. Beliau bersabda:


"Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim."(HR. Ibnu Majah)

Dalam konteks teknologi, hadis ini mengingatkan kita tentang pentingnya menguasai ilmu pengetahuan, termasuk teknologi. Teknologi tidak boleh dilihat sebagai ancaman, melainkan sebagai peluang untuk meningkatkan kualitas hidup dan membantu sesama. Teknologi, seperti kecerdasan buatan (AI), internet, dan robotik, semuanya adalah hasil dari ilmu yang dikembangkan manusia, dan kita dituntut untuk menggunakannya dengan penuh tanggung jawab.

 Hadis tentang Amanah dan Tanggung Jawab

Kemajuan teknologi, seperti media sosial dan aplikasi digital, sering kali membawa tantangan dalam menjaga amanah dan tanggung jawab, khususnya dalam penggunaan informasi. Nabi Muhammad SAW bersabda:


"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)


Hadis ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap perkembangan teknologi yang kita manfaatkan, ada tanggung jawab yang harus dipikul. Misalnya, dalam penggunaan teknologi informasi, kita harus bijak dalam menyebarkan informasi agar tidak menyebarkan berita bohong atau hoaks yang dapat merusak keharmonisan masyarakat. Teknologi harus digunakan untuk kebaikan, bukan untuk merusak atau menzalimi orang lain.


Hadis tentang Etika Berinteraksi


Dalam dunia digital yang memungkinkan interaksi tanpa batas, etika berkomunikasi menjadi sangat penting. Nabi Muhammad SAW mengajarkan tentang adab dan akhlak yang harus dijaga dalam setiap interaksi. Beliau bersabda:


"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam."(HR. Bukhari dan Muslim)


Hadis ini sangat relevan dalam penggunaan teknologi, terutama media sosial. Teknologi memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan siapa saja, di mana saja. Namun, kita harus tetap berhati-hati dengan apa yang kita katakan atau bagikan. Islam mengajarkan bahwa setiap kata yang keluar dari mulut kita akan dimintai pertanggungjawaban. Maka, dalam dunia digital, kita juga harus selalu menjaga adab dan berkata baik.

Hadis tentang Manfaatkan Waktu


Perkembangan teknologi, terutama teknologi digital, sering kali membuat kita kehilangan waktu karena terlalu sibuk dengan perangkat teknologi kita. Nabi Muhammad SAW mengingatkan kita tentang pentingnya memanfaatkan waktu dengan baik:


"Dua nikmat yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang." (HR. Bukhari)


Hadis ini mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam penggunaan teknologi yang berlebihan dan tidak produktif. Meskipun teknologi dapat mempermudah banyak aspek kehidupan, kita harus bijak dalam mengelola waktu dan memastikan bahwa teknologi tidak menguasai hidup kita. Penggunaan teknologi harus seimbang dengan aktivitas spiritual dan sosial, agar kita tetap produktif dan tidak melupakan kewajiban kita sebagai hamba Allah.


Hadis tentang Inovasi dan Kreativitas


Islam adalah agama yang menghargai inovasi dan kreativitas selama hal tersebut digunakan untuk kebaikan. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:


"Allah sangat menyukai apabila seseorang dari kalian melakukan suatu pekerjaan, ia melakukannya dengan sebaik-baiknya." (HR. Al-Baihaqi)


Hadis ini mendorong kita untuk berusaha memberikan yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan, termasuk dalam mengembangkan teknologi. Inovasi dalam teknologi adalah salah satu bentuk ibadah jika diniatkan untuk kebaikan umat manusia. Kita dianjurkan untuk terus berinovasi dan memanfaatkan teknologi untuk memperbaiki kehidupan, meningkatkan kesejahteraan umat, dan menjaga bumi ini sebagai amanah dari Allah SWT.


Kesimpulan


Teknologi adalah bagian dari kemajuan zaman yang harus kita sikapi dengan bijak. Meskipun tidak ada hadis yang secara langsung membahas teknologi modern, prinsip-prinsip yang diajarkan Nabi Muhammad SAW tetap relevan untuk dijadikan pedoman dalam menghadapi tantangan teknologi. Dalam setiap penggunaan teknologi, kita harus berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, seperti menuntut ilmu, menjaga amanah, berakhlak mulia, memanfaatkan waktu dengan bijak, dan berinovasi untuk kebaikan.


Sebagai umat Islam, kita tidak hanya dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi, tetapi juga untuk memastikan bahwa teknologi digunakan dalam koridor yang sesuai dengan ajaran Islam, yakni untuk kemaslahatan umat dan kemuliaan akhlak. Dengan berpegang pada ajaran hadis, kita bisa memanfaatkan teknologi secara bijak dan bermanfaat bagi umat manusia.


Oleh: Abu Yasin