Hidup adalah Pilihanmu, Maka Jalani dengan Penuh Makna
Dalam setiap tarikan napas,
kita selalu dihadapkan pada satu kenyataan besar: hidup adalah pilihan. Setiap
langkah yang kita ambil hari ini, sekecil apa pun, adalah benang yang akan
membentuk kain kehidupan kita di masa depan.
Ungkapan sederhana, “Life
is what you make it, so make it well,” bukan sekadar kalimat motivasi,
melainkan filosofi universal yang hidup dalam ajaran para bijak dari Timur
hingga Barat, dari filsafat kuno hingga Al-Qur’an dan Hadis.
Kebijaksanaan
dari Timur dan Barat
Filsafat Stoik yang digagas
Seneca mengajarkan: “It is not what happens to you, but how you react to it
that matters.” (Bukan apa yang terjadi padamu, tetapi bagaimana engkau
bereaksi terhadapnya yang terpenting). Pesan ini mengajarkan bahwa kendali
sejati ada dalam diri, bukan di luar kita.
Stephen R. Covey, penulis The
7 Habits of Highly Effective People, menegaskan pentingnya
proaktivitas kebebasan memilih sikap dalam setiap keadaan. Menurutnya, kunci
hidup efektif terletak pada kesadaran bahwa kita bukan makhluk reaktif,
tetapi makhluk yang memiliki kehendak untuk memilih.
Di sisi lain, Napoleon Hill
dalam Think and Grow Rich menekankan kekuatan tujuan (definiteness of
purpose). Hidup tanpa arah jelas adalah pemborosan, sementara hidup dengan
tujuan memberi kita energi dan fokus yang luar biasa.
Perspektif
Islam: Ikhtiar, Takdir, dan Tanggung Jawab
Islam menegaskan bahwa manusia bukanlah
sekadar wayang yang digerakkan takdir. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada
pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)
Ayat ini adalah landasan utama bahwa pilihan,
usaha, dan ikhtiar manusia menjadi penentu perubahan nasib.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Ikatlah untamu, kemudian bertawakallah.”
(HR. Tirmidzi)
Hadis ini menegaskan keseimbangan antara usaha
maksimal (ikhtiar) dan kepasrahan (tawakal) kepada Allah. Umar bin
Khattab RA pun menolak masuk ke kota yang terkena wabah dengan bijak, seraya
berkata, “Kita lari dari takdir menuju takdir yang lain.” Sebuah contoh
nyata bagaimana ikhtiar adalah bagian dari ketetapan Ilahi.
Para ulama juga menekankan pentingnya memilih
jalan yang benar dalam hidup. Imam Al-Ghazali berkata:
“Hidup ini hanyalah perjalanan menuju
akhirat. Maka barang siapa yang sadar, ia akan mempersiapkan bekalnya.”
Bagaimana
Menjalani Hidup dengan Penuh Makna?
1. Bangun
Kesadaran Diri (Muhasabah dan Refleksi)
Rumi pernah berkata, “Ketika kamu mulai
berjalan di jalan, jalan itu akan muncul.” Refleksi diri adalah kompas agar
tidak terseret arus dunia. Dalam Islam, muhasabah dianjurkan untuk menimbang
setiap amal agar kita kembali kepada jalan yang benar.
2. Ambil
Tanggung Jawab Penuh
Jangan biarkan hidup kita dikendalikan oleh
masa lalu, orang lain, atau keadaan. Zig Ziglar, motivator Amerika, berkata: “You
are the only person on earth who can use your ability.” Dalam Islam, konsep
ini sejalan dengan taklif (beban tanggung jawab) bahwa setiap manusia
bertanggung jawab atas amalnya sendiri.
3. Tentukan
Tujuan yang Jelas
Dalam Islam, tujuan hidup tertinggi adalah mencari
ridha Allah. Firman-Nya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Di level praktis, tujuan ini bisa diwujudkan
dengan menolong sesama, menuntut ilmu, beramal saleh, hingga membangun karya
bermanfaat.
4. Jadikan
Kesulitan sebagai Guru
Kahlil Gibran berkata: “Kesabaran adalah
pohon yang akarnya pahit, tetapi buahnya manis.” Dalam Islam, sabar
bukanlah pasrah, melainkan kekuatan menerima cobaan dan belajar darinya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin.
Sesungguhnya segala urusannya adalah baik. Jika mendapat nikmat, ia bersyukur,
maka itu baik baginya. Jika tertimpa musibah, ia bersabar, maka itu baik
baginya.”
(HR. Muslim)
5. Beri
Makna pada Setiap Aksi
Dalam Islam ada konsep ihsan: berbuat
sebaik-baiknya seolah-olah kita melihat Allah. Dengan ihsan, setiap pekerjaan bahkan
yang sederhana berubah menjadi ibadah. Covey menyebut ini sebagai living
with principle, sementara ulama menyebutnya amal saleh yang ikhlas.
Penutup:
Hidup sebagai Kanvas, Kita adalah Senimannya
Hidup adalah kanvas kosong. Setiap hari Allah
memberi kita kuas dan palet warna. Pertanyaannya bukan apakah kita akan
melukis, tetapi bagaimana kita akan melukisnya. Apakah sekadar coretan
tanpa makna, atau mahakarya penuh nilai yang diridhai Allah?
Jika para filsuf Barat mengajarkan self-mastery,
maka Islam menyempurnakannya dengan orientasi akhirat. Hidup bukan
sekadar menjadi produktif atau sukses di dunia, melainkan menjalani pilihan
dengan penuh makna agar bernilai di hadapan Allah.
Maka, jalani hidupmu dengan kesadaran,
tanggung jawab, tujuan, kesabaran, dan ihsan. Karena pada akhirnya,
pilihanmu hari ini adalah warisan yang akan kau tinggalkan, baik untuk dunia
maupun akhiratmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar