Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com

Kamis, 07 Agustus 2025



Meraih Ketinggian Sejati: Menakar Cahaya Diri dari Sumber Ilahi

Di dunia yang serba kompetitif ini, ada sebagian orang yang merasa harus menjatuhkan orang lain agar dirinya tampak lebih tinggi. Mereka merendahkan, mencemooh, bahkan menjelek-jelekkan sesama, seolah-olah kehebatan mereka bisa tumbuh di atas reruntuhan harga diri orang lain. Padahal, ini bukan tanda kekuatan melainkan jeritan jiwa yang belum selesai dengan dirinya sendiri.

Merendahkan orang lain tidak akan pernah membuatmu lebih tinggi. Itu hanya trik murahan dari hati yang kosong akan nilai sejati. Jika kamu benar-benar ingin naik level dalam hidup, maka naiklah karena kemampuanmu sendiri karena usahamu, kejujuranmu, dan konsistensimu. Bukan karena puing-puing reputasi orang lain yang kamu injak.

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barangsiapa yang merendahkan seorang muslim (tanpa hak), maka Allah akan merendahkannya."
(HR. Ahmad)

Islam mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang kuat kuat dalam iman, dalam akhlak, dalam karya tanpa harus menyingkirkan orang lain secara licik. Menjadi versi terbaik dari dirimu tidak membutuhkan persaingan yang kotor, apalagi menyebar kebencian.

Karena cahaya sejati tidak butuh membakar orang lain untuk bisa bersinar. Ia bersinar dari dalam dari ketulusan, kerja keras, dan keberanian untuk terus belajar dan bertumbuh, tanpa menjatuhkan siapapun.

Jadi, jika kamu ingin dikenal, dikenalilah karena kebaikanmu. Jika kamu ingin tinggi, tinggilah karena prestasimu. Dan jika kamu ingin menjadi cahaya, pancarkanlah terangmu tanpa menggelapkan orang lain.

 

Penyakit Hati: Akar dari Kebutuhan Merendahkan Orang Lain

Tindakan merendahkan orang lain, mencemooh, atau menyebarkan aibnya adalah manifestasi dari penyakit hati, yang akarnya adalah hasad (dengki). Hasad adalah perasaan tidak suka melihat kenikmatan yang Allah berikan kepada orang lain, dan berkeinginan agar kenikmatan itu hilang. Penyakit ini sangat berbahaya, bahkan Rasulullah ﷺ pernah bersabda:

"Jauhilah oleh kalian hasad (dengki), karena hasad itu akan memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar." (HR. Abu Daud)

Hadis ini menggambarkan betapa hasad tidak hanya merusak hubungan antarmanusia, tetapi juga menghanguskan pahala amal ibadah kita. Seseorang yang dengki akan sibuk memikirkan orang lain, mencari-cari kekurangannya, dan merendahkannya, sehingga ia lupa untuk memperbaiki diri sendiri.

Allah Swt. juga mengingatkan kita dalam firman-Nya:

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena boleh jadi) mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena boleh jadi) wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)." (QS. Al-Hujurat: 11)

Ayat ini dengan tegas melarang kita merendahkan atau meremehkan orang lain. Mengapa? Karena hanya Allah yang Maha Mengetahui kedudukan seseorang. Bisa jadi, orang yang kita remehkan memiliki derajat yang lebih mulia di sisi Allah karena ketakwaan, keikhlasan, atau amalan rahasianya.

 

Membangun Ketinggian Diri dengan Bimbingan Syariat

Lalu, bagaimana cara meraih ketinggian dan kehormatan diri yang sejati? Islam mengajarkan bahwa kehormatan itu datang dari Allah, bukan dari pengakuan manusia yang sementara. Berikut adalah beberapa prinsip yang bisa kita pegang:

  1. Fokus pada Takwa, Bukan pada Kedudukan Manusia Ketinggian sejati diukur dari ketakwaan, bukan popularitas atau jabatan. Allah Swt. berfirman:

"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa." (QS. Al-Hujurat: 13)

Oleh karena itu, alih-alih sibuk menjatuhkan orang lain, fokuslah untuk memperbaiki hubungan kita dengan Allah. Dengan memperkuat takwa, kita akan menemukan kehormatan yang tidak bisa direnggut oleh siapa pun.

  1. Menebarkan Kebaikan, Bukan Kebencian Rasulullah ﷺ bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad)

Kutipan ini mengajarkan kita bahwa kehormatan dan keagungan sejati diperoleh dengan memberi manfaat, bukan dengan merugikan. Ketika kita membantu, mendukung, atau bahkan sekadar mendoakan kebaikan bagi orang lain, sesungguhnya kita sedang membangun "cahaya" yang akan menerangi jalan kita sendiri.

  1. Menghargai Orang Lain Adalah Cermin Menghargai Diri Sendiri Imam Ghazali, seorang ulama besar, pernah mengatakan bahwa "salah satu tanda kesempurnaan akal adalah kemampuan untuk menghargai orang lain." Dengan menghargai orang lain, kita menunjukkan bahwa diri kita memiliki keluasan hati dan pikiran. Sebaliknya, orang yang terus-menerus merendahkan orang lain menunjukkan bahwa ia sedang berjuang dengan kelemahan di dalam dirinya sendiri.

Cahaya Sejati Datang dari Hati yang Bersih

Cahaya sejati tidak perlu membakar orang lain untuk bisa bersinar. Ia bersumber dari hati yang bersih, yang dipenuhi dengan takwa, keikhlasan, dan kasih sayang. Cahaya ini memancar dari dalam, menerangi jalan, dan membawa keberkahan bagi diri sendiri serta lingkungan sekitarnya.

Jadi, jika kamu ingin dikenal, kenalilah karena kebaikanmu. Jika kamu ingin tinggi, tinggilah karena prestasimu yang jujur dan tulus. Dan jika kamu ingin menjadi cahaya, pancarkanlah terangmu tanpa menggelapkan orang lain, karena hakikatnya, dengan menerangi orang lain, kita juga sedang menerangi jalan kita sendiri.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar