Meraih Ketinggian Sejati: Menakar Cahaya Diri dari Sumber Ilahi
Di dunia yang serba
kompetitif ini, ada sebagian orang yang merasa harus menjatuhkan orang lain
agar dirinya tampak lebih tinggi. Mereka merendahkan, mencemooh, bahkan
menjelek-jelekkan sesama, seolah-olah kehebatan mereka bisa tumbuh di atas
reruntuhan harga diri orang lain. Padahal, ini bukan tanda kekuatan melainkan
jeritan jiwa yang belum selesai dengan dirinya sendiri.
Merendahkan orang lain
tidak akan pernah membuatmu lebih tinggi. Itu hanya trik murahan dari hati yang
kosong akan nilai sejati. Jika kamu benar-benar ingin naik level dalam hidup,
maka naiklah karena kemampuanmu sendiri karena usahamu, kejujuranmu, dan konsistensimu.
Bukan karena puing-puing reputasi orang lain yang kamu injak.
Rasulullah
ﷺ bersabda:
"Barangsiapa
yang merendahkan seorang muslim (tanpa hak), maka Allah akan
merendahkannya."
(HR. Ahmad)
Islam mengajarkan kita
untuk menjadi pribadi yang kuat kuat dalam iman, dalam akhlak, dalam karya tanpa
harus menyingkirkan orang lain secara licik. Menjadi versi terbaik dari dirimu
tidak membutuhkan persaingan yang kotor, apalagi menyebar kebencian.
Karena cahaya sejati
tidak butuh membakar orang lain untuk bisa bersinar. Ia bersinar dari dalam
dari ketulusan, kerja keras, dan keberanian untuk terus belajar dan bertumbuh,
tanpa menjatuhkan siapapun.
Jadi, jika kamu ingin
dikenal, dikenalilah karena kebaikanmu. Jika kamu ingin tinggi, tinggilah
karena prestasimu. Dan jika kamu ingin menjadi cahaya, pancarkanlah terangmu
tanpa menggelapkan orang lain.
Penyakit Hati: Akar dari
Kebutuhan Merendahkan Orang Lain
Tindakan merendahkan orang
lain, mencemooh, atau menyebarkan aibnya adalah manifestasi dari penyakit hati,
yang akarnya adalah hasad (dengki). Hasad adalah perasaan tidak suka
melihat kenikmatan yang Allah berikan kepada orang lain, dan berkeinginan agar
kenikmatan itu hilang. Penyakit ini sangat berbahaya, bahkan Rasulullah ﷺ
pernah bersabda:
"Jauhilah
oleh kalian hasad (dengki), karena hasad itu akan memakan kebaikan sebagaimana
api memakan kayu bakar." (HR. Abu
Daud)
Hadis ini menggambarkan
betapa hasad tidak hanya merusak hubungan antarmanusia, tetapi juga
menghanguskan pahala amal ibadah kita. Seseorang yang dengki akan sibuk
memikirkan orang lain, mencari-cari kekurangannya, dan merendahkannya, sehingga
ia lupa untuk memperbaiki diri sendiri.
Allah Swt. juga
mengingatkan kita dalam firman-Nya:
"Wahai
orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain
(karena boleh jadi) mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita
lain (karena boleh jadi) wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
wanita (yang mengolok-olok)." (QS.
Al-Hujurat: 11)
Ayat ini dengan tegas
melarang kita merendahkan atau meremehkan orang lain. Mengapa? Karena hanya
Allah yang Maha Mengetahui kedudukan seseorang. Bisa jadi, orang yang kita
remehkan memiliki derajat yang lebih mulia di sisi Allah karena ketakwaan,
keikhlasan, atau amalan rahasianya.
Membangun Ketinggian Diri
dengan Bimbingan Syariat
Lalu, bagaimana cara meraih
ketinggian dan kehormatan diri yang sejati? Islam mengajarkan bahwa kehormatan
itu datang dari Allah, bukan dari pengakuan manusia yang sementara. Berikut
adalah beberapa prinsip yang bisa kita pegang:
- Fokus pada Takwa,
Bukan pada Kedudukan Manusia
Ketinggian sejati diukur dari ketakwaan, bukan popularitas atau jabatan.
Allah Swt. berfirman:
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling takwa." (QS.
Al-Hujurat: 13)
Oleh karena
itu, alih-alih sibuk menjatuhkan orang lain, fokuslah untuk memperbaiki
hubungan kita dengan Allah. Dengan memperkuat takwa, kita akan menemukan
kehormatan yang tidak bisa direnggut oleh siapa pun.
- Menebarkan Kebaikan,
Bukan Kebencian Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia
lainnya." (HR. Ahmad)
Kutipan
ini mengajarkan kita bahwa kehormatan dan keagungan sejati diperoleh dengan
memberi manfaat, bukan dengan merugikan. Ketika kita membantu, mendukung, atau bahkan
sekadar mendoakan kebaikan bagi orang lain, sesungguhnya kita sedang membangun
"cahaya" yang akan menerangi jalan kita sendiri.
- Menghargai Orang Lain
Adalah Cermin Menghargai Diri Sendiri
Imam Ghazali, seorang ulama besar, pernah mengatakan bahwa "salah
satu tanda kesempurnaan akal adalah kemampuan untuk menghargai orang
lain." Dengan menghargai orang lain, kita menunjukkan bahwa diri
kita memiliki keluasan hati dan pikiran. Sebaliknya, orang yang
terus-menerus merendahkan orang lain menunjukkan bahwa ia sedang berjuang
dengan kelemahan di dalam dirinya sendiri.
Cahaya Sejati Datang dari
Hati yang Bersih
Cahaya sejati tidak perlu
membakar orang lain untuk bisa bersinar. Ia bersumber dari hati yang bersih,
yang dipenuhi dengan takwa, keikhlasan, dan kasih sayang. Cahaya ini memancar
dari dalam, menerangi jalan, dan membawa keberkahan bagi diri sendiri serta
lingkungan sekitarnya.
Jadi, jika kamu ingin
dikenal, kenalilah karena kebaikanmu. Jika kamu ingin tinggi, tinggilah karena
prestasimu yang jujur dan tulus. Dan jika kamu ingin menjadi cahaya,
pancarkanlah terangmu tanpa menggelapkan orang lain, karena hakikatnya, dengan
menerangi orang lain, kita juga sedang menerangi jalan kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar