“Pro dan Kontra Filsafat dari Masa ke Masa: Jejak, Kritik, dan Relevansi bagi Umat Islam”
Filsafat sejak awal kehadirannya
dalam peradaban Islam telah menjadi medan perdebatan yang tak pernah sepi.
Kehadiran karya-karya Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab pada abad
ke-8 hingga ke-9 M membuka babak baru bagi dunia Islam. Tokoh-tokoh seperti
al-Kindi, al-Farabi, dan Ibn Sina mencoba meramu pemikiran rasional Yunani
dengan ajaran wahyu Islam, sehingga melahirkan tradisi intelektual yang kaya
dan beragam. Di satu sisi, filsafat dipandang sebagai alat yang mampu
memperkuat akal, mempertajam logika, dan membantu umat Islam menjawab tantangan
intelektual pada zamannya. Namun, di sisi lain, filsafat juga menimbulkan
keraguan, bahkan kecaman keras dari sebagian ulama, karena dianggap berpotensi
menyalahi prinsip akidah Islam dan mendahulukan akal di atas wahyu.
Perdebatan
ini melahirkan dinamika panjang dalam sejarah Islam, dari masa klasik hingga
era modern. Sebagian ulama, seperti Al-Ghazali, menegaskan pentingnya membatasi
filsafat agar tidak menjerumuskan umat dalam kesesatan, sementara tokoh lain
seperti Ibn Rushd melihat filsafat sebagai jalan untuk memahami wahyu secara
lebih mendalam. Bahkan hingga hari ini, diskursus mengenai posisi filsafat
dalam Islam terus berlanjut. Ada yang menekankan manfaatnya bagi pendidikan,
sains, dan dialog lintas peradaban, namun tidak sedikit pula yang menyoroti
bahayanya jika dipelajari tanpa landasan iman yang kokoh. Pertarungan gagasan
inilah yang membuat filsafat menjadi tema yang selalu aktual dan menarik untuk
dikaji secara seimbang, baik dari sisi pendukung maupun penentangnya.
- Filsafat (falasifah, falsafa) dalam dunia
Islam berkembang pesat sejak abad ke-8–9 M, ketika karya-karya Yunani
(Aristoteles, Plato, Neoplatonik) diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, dan
muslim intelektual seperti al-Kindi, al-Farabi, dan Ibnu Sina mencoba
mengharmoniskan antara akal Yunani dan wahyu Islam.
- Tetapi tak lama kemudian muncul pula kritik
dari kalangan teolog (ahli kalam) dan ulama terhadap aspek-aspek filsafat
yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam menurut mereka.
Pandangan
yang Membolehkan atau Mendukung Filsafat
Berikut beberapa argumen dan tokoh yang
mendukung keberadaan filsafat dalam Islam:
- Kaum Mu’tazilah
- Kelompok ini menekankan peran akal dalam
memahami agama. Mereka menggunakan argumentasi rasional untuk membela
doktrin Islam terhadap kritik maupun persoalan teologis. Journal 3 UIN Alauddin
- Bagi mereka, akal bukanlah musuh wahyu,
melainkan alat untuk memperjelas dan mempertahankan ajaran agama. Ejournal UNIDA Gontor+1
- Tokoh Filsuf Muslim Besar
- Al-Farabi, Ibnu
Sina dan lainnya sering dianggap sebagai yang berhasil membawa
filsafat ke dalam wacana Islam, terutama dalam metafisika, etika, dan
logika, serta dalam usaha memahami sifat Tuhan dan alam.
- Ibn Rushd (Averroes) adalah tokoh yang secara eksplisit membela
filsafat. Karyanya The Incoherence of the Incoherence (Tahāfut
al-Tahāfut) merupakan jawaban atas kritik Al-Ghazali, dan ia
menyatakan bahwa tidak ada pertentangan antara agama dan filsafat jika
filsafat ditempatkan pada porsinya yang benar. ejurnal.staimaarif.ac.id+2Ejournal
UNIDA Gontor+2
- Manfaat Studi Filsafat
- Melatih akal: mengasah kemampuan berpikir
kritis, logis, sistematis dalam memahami teks wahyu dan problem
keagamaan. Ejournal UNIDA Gontor+2Rumah Jurnal
UIN Alauddin Makassar+2
- Transformasi intelektual: beberapa penelitian
menyebut bahwa filsafat berperan dalam kebangkitan intelektual Islam di
zaman keemasan; ilmu pengetahuan dan budaya berkembang ketika ada
apresiasi terhadap pemikiran filosofis. Rumah Jurnal UIN Alauddin
Makassar+1
- Integrasi ilmu pengetahuan dan agama:
filsafat bisa menjadi jembatan antara pemikiran rasional dan ajaran
religius. ejurnal.univamedan.ac.id+1
- Pembatasan, bukan Penghapusan
- Banyak pendukung filsafat bukanlah pendukung
tanpa syarat; mereka mengakui bahwa filsafat harus dipandu oleh wahyu dan
tetap berada dalam koridor akidah Islam. Akal boleh digunakan, tapi tidak
boleh menggantikan wahyu dalam hal-hal gaib (hakikat Tuhan, hari akhir,
dll). Ejournal UNIDA Gontor+1
Pandangan
yang Menolak atau Membatasi Filsafat
Berikut argumen-argumen dan tokoh yang
mengkritik filsafat, membatasi penggunaannya, atau menolak aspek-aspek
tertentu.
- Al-Ghazali
- Karyanya Tahafut al-Falasifah (The
Incoherence of the Philosophers) (± 1095 M) sangat terkenal sebagai
kritik terhadap filsuf seperti al-Farabi dan Ibnu Sina, terutama terhadap
doktrin-doktrin metafisika yang dianggap bertentangan dengan Islam. Wikipedia+2Jurnal Ar-Raniry+2
- Beberapa hal yang dikritik oleh Al-Ghazali
antara lain: kekekalan alam (bahwa alam itu “qadim”, tidak diciptakan
secara temporer), pengetahuan Tuhan terhadap hal-hal khusus (partikular),
dan kebangkitan jasmani (bahwa hanya jiwa yang kebangkitan, bukan badan).
Journal 3 UIN Alauddin+3jurnal.iaibafa.ac.id+3Ejournal
UNIDA Gontor+3
- Bukan seluruh filsafat dia tolak, tetapi
metafisika yang menyimpang dianggap perlu dikritik agar tidak mengganggu
akidah. Ejournal UNIDA Gontor+1
- Kaum Tradisional dan Salaf
- Ada kelompok ulama yang lebih menyukai
pendekatan yang sangat hati-hati terhadap penggunaan akal, terutama dalam
hal-hal yang berkaitan dengan sifat Tuhan dan hal-hal gaib, dengan takut
bahwa filsafat dapat menjerumuskan kepada penyimpangan dari wahyu.
- Mereka sering menolak penggunaan filsafat
Yunani secara bebas, terutama apabila memuat unsur-unsur yang tidak
sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah.
- Argumen Umum Penolakan / Batasan
- Risiko bertentangan dengan wahyu: bila
filsafat mengklaim sesuatu yang secara jelas ditegaskan dalam Al-Qur’an
atau Hadis, bisa terjadi konflik.
- Karena filsafat bersifat spekulatif: tidak
semua ide filsafat dapat dibuktikan secara empiris maupun diturunkan
melalui wahyu, sehingga bisa menjadi sumber keraguan jika tak hati-hati.
- Kepenyalahgunaan: kadang filsafat digunakan
untuk membela penafsiran yang liberal atau menolak aspek keagamaan yang
dianggap tak rasional oleh sebagian orang.
Tokoh-Sentral
dalam Debat Ini
- Al-Ghazali (1058-1111 M)
- Kritik tajam terhadap filosof. Tetapi dia
sendiri mengakui manfaat ilmu yang bersifat matematis dan logika, selama
tidak keluar dari batas wahyu. Jurnal Ar-Raniry+2Ejournal UNIDA
Gontor+2
- Dia bukan menolak akal secara keseluruhan itu
kekeliruan pemahaman umum melainkan menolak klaim filsafat bahwa akal
filsafat bisa menggantikan wahyu dalam penentuan kebenaran teologis. Ejournal UNIDA Gontor+1
- Ibn Rushd (Averroes, 1126-1198 M)
- Sangat mendukung bahwa ada harmoni antara
agama dan filsafat. Dia menulis untuk menunjukkan bahwa metodologi
filsafat (terutama Aristotelian) bisa bekerja dalam kerangka Islam. ejurnal.staimaarif.ac.id+1
- Kaum Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah
- Mu’tazilah lebih terbuka terhadap akal dan
rasionalisme dalam banyak hal. Asy’ariyah dan Maturidiyah meskipun lebih
konservatif, tetap menggunakan rasionalitas untuk mempertahankan akidah
dan menjawab tantangan eksternal. Journal 3 UIN Alauddin+1
- Pemikir Kontemporer
- Orang seperti Muhammad Iqbal, Syed Muhammad
Naquib al-Attas dan lain-lain, yang berusaha mengintegrasikan filsafat
dan pendidikan Islam modern. Ejournal UNIDA Gontor
Refleksi
- Filsafat dalam Islam tidak bisa dianggap
hitam-putih: bukan hanya ‘boleh’ atau ‘haram’, tetapi lebih pada bagaimana,
di mana, dan oleh siapa filsafat itu dikaji dan
dipraktikkan.
- Yang penting adalah menjaga agar filsafat
tidak menggantikan wahyu dan akidah, tapi menjadi alat bantu yang
memperkaya, bukan melemahkan iman.
- Bagi mereka yang kurang mendalam dalam ilmu
agama, belajar filsafat harus dilakukan dengan hati-hati dan bimbingan
yang baik agar tidak salah kaprah.
- Filsafat tetap sangat relevan hari ini: untuk
pendidikan, dialog budaya, memahami ide-ide modern, sains, etika, hak
asasi manusia, dan lain-lain.