Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com
Tampilkan postingan dengan label Dzikir. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dzikir. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Agustus 2025



7 Nasihat Lembut untuk Anak tentang Sholat

Sholat adalah ibadah yang paling utama setelah syahadat, sekaligus tiang agama bagi seorang Muslim. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Pokok segala urusan adalah Islam, tiangnya adalah sholat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah."
(HR. Tirmidzi, no. 2616)

Karena begitu pentingnya sholat, para orang tua dituntut untuk menanamkan kebiasaan ini sejak dini kepada anak-anak mereka. Namun, cara menanamkan sholat tidak bisa hanya dengan paksaan. Ia harus dibimbing dengan kelembutan, kasih sayang, serta contoh nyata.

Dalam perspektif parenting Islami, sholat bukan hanya rutinitas ibadah, melainkan sarana mendidik karakter, membentuk disiplin, dan menguatkan kecerdasan spiritual (spiritual quotient/SQ). Artikel ini menguraikan 7 nasihat lembut untuk anak tentang sholat dengan rujukan Al-Qur’an, Hadis, pandangan ulama, serta penguatan dari psikologi Islam.

 

1. Takutlah Hanya kepada Allah

Al-Qur’an menegaskan:

"Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang yang beriman."
(QS. Ali Imran: 175)

Anak perlu diajarkan bahwa rasa takut yang sejati hanya kepada Allah, bukan kepada manusia, termasuk orang tua. Menanamkan konsep ini membuat anak belajar ikhlas dalam ibadah. Sholat tidak dilakukan karena pengawasan orang tua, melainkan karena kesadaran bahwa Allah selalu melihat.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menyebutkan bahwa pendidikan anak hendaknya dimulai dengan menguatkan rasa muraqabah (kesadaran akan pengawasan Allah). Dengan itu, anak akan tumbuh memiliki hati yang lembut dan tidak mudah tergoda oleh lingkungan buruk.

Dari sisi psikologi Islam, ajaran ini membangun internal locus of control: anak menyadari bahwa motivasi sholat bukan berasal dari luar (hukuman/ancaman orang tua), tetapi dari dalam dirinya sendiri karena iman kepada Allah.

 

2. Sholat adalah Tanda Cinta

Sholat bukan sekadar kewajiban, melainkan ekspresi cinta seorang hamba kepada Rabb-nya. Allah berfirman:

"Dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku."
(QS. Thaha: 14)

Mengajarkan anak bahwa sholat adalah sarana menyatakan cinta akan menumbuhkan rasa manis dalam ibadah. Rasulullah ﷺ sendiri menggambarkan sholat sebagai kebahagiaan:

"Dijadikan penyejuk mataku dalam sholat."
(HR. An-Nasa’i, no. 3940)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menyatakan, "Sholat adalah taman bagi orang-orang yang mencintai Allah. Mereka berjumpa dengan kekasihnya (Allah) dalam munajat yang penuh kerinduan."

Dari sudut psikologi parenting, menanamkan sholat sebagai tanda cinta lebih efektif daripada sekadar kewajiban. Anak akan merasa sholat adalah kebutuhan batin, bukan beban. Hal ini menumbuhkan motivasi intrinsik, yang lebih kuat dan bertahan lama.

 

3. Allah Selalu Melihat

Muraqabah (kesadaran diawasi Allah) adalah pilar penting dalam tarbiyah anak. Allah berfirman:

"Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."
(QS. Al-Hadid: 4)

Rasulullah ﷺ mengingatkan seorang sahabat muda, Abdullah bin Abbas, dengan kalimat yang sangat menyentuh:

"Jagalah Allah, niscaya Allah menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau mendapati-Nya di hadapanmu."
(HR. Tirmidzi, no. 2516)

Pesan ini menunjukkan bahwa menanamkan kesadaran akan pengawasan Allah sejak kecil adalah fondasi keimanan.

Dalam psikologi Islam, konsep ini sejalan dengan self-regulation (pengendalian diri). Anak belajar menahan diri dari keburukan, meski tidak ada yang mengawasi, karena keyakinannya bahwa Allah Maha Melihat.

 

4. Sholat Menjaga Hati

Sholat berfungsi sebagai terapi jiwa. Allah menegaskan:

"Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar."
(QS. Al-Ankabut: 45)

Ketika hati gelisah, marah, atau sedih, sholat menghadirkan ketenangan. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Jika sesuatu membuat Nabi gelisah, beliau segera sholat."
(HR. Abu Dawud, no. 1319)

Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Sholat adalah surga dunia. Barang siapa yang tidak merasakan kenikmatan sholat, maka ia tidak akan merasakan kenikmatan surga.”

Dalam psikologi modern, sholat berfungsi seperti mindfulness: melatih kesadaran penuh, fokus, dan ketenangan batin. Gerakan sholat juga terbukti menurunkan stres dan kecemasan, sebagaimana dibuktikan oleh penelitian dalam bidang Islamic psychology.

 

5. Sholat adalah Kunci Doa

Doa adalah inti ibadah, dan sholat adalah pintu utamanya. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Doa adalah ibadah."
(HR. Tirmidzi, no. 2969)

Allah berjanji:

"Mintalah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untukmu."
(QS. Ghafir: 60)

Anak perlu diajarkan bahwa doa-doanya setelah sholat lebih mudah dikabulkan. Dari segi parenting, ini membangun hope (harapan) pada diri anak: ia merasa selalu punya tempat kembali untuk mengadu, yaitu kepada Allah.

 

6. Sholat itu Perisai dari Dosa

Sholat berfungsi sebagai pelindung jiwa dari kerusakan moral. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sholat lima waktu, Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa di antara keduanya, selama dosa besar dijauhi."
(HR. Muslim, no. 233)

Imam Hasan Al-Bashri menegaskan, “Sholat adalah penolongmu di dunia dan akhirat. Barang siapa menjaga sholat, maka Allah akan menjaganya dari keburukan.”

Dalam psikologi Islam, sholat membangun moral intelligence. Anak yang terbiasa sholat akan lebih mudah mengendalikan diri dari perilaku menyimpang, karena memiliki benteng spiritual.

 

7. Sholat adalah Bekal Menuju Surga

Sholat adalah ibadah pertama yang akan dihisab di akhirat. Rasulullah ﷺ bersabda:

"Sesungguhnya amalan seorang hamba yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah sholat. Jika sholatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya. Jika sholatnya rusak, maka rusaklah seluruh amalnya."
(HR. Thabrani, no. 1655)

Surga adalah janji Allah bagi hamba yang menjaga sholat. Allah berfirman:

"(Yaitu) orang-orang yang tetap setia mengerjakan sholat mereka. Mereka itulah yang akan mewarisi, (yakni) surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya."
(QS. Al-Mu’minun: 9-11)

Bagi anak-anak, penjelasan ini dapat diberikan dengan bahasa sederhana: sholat adalah “tiket emas” menuju surga yang indah.

 

Perspektif Parenting: Kelembutan dalam Mengajarkan Sholat

Rasulullah ﷺ bersabda:

"Perintahkanlah anak-anak kalian untuk sholat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (dengan lembut untuk mendidik) jika meninggalkannya pada umur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka."
(HR. Abu Dawud, no. 495)

Hadis ini menunjukkan pentingnya pendidikan bertahap. Sebelum usia 7 tahun, anak dikenalkan sholat dengan kelembutan, teladan, dan motivasi. Usia 7–10 adalah masa pembiasaan, sedangkan setelah 10 tahun adalah tahap penegasan disiplin.

Psikologi parenting menekankan prinsip “learning by modeling”: anak lebih mudah meniru daripada sekadar disuruh. Karena itu, orang tua yang rajin sholat dengan penuh kekhusyukan akan menjadi teladan nyata bagi anak.

 

Kesimpulan

Menanamkan sholat kepada anak sejak dini adalah kewajiban dan investasi terbesar orang tua. Nasihat lembut lebih efektif daripada ancaman. Dengan mengajarkan bahwa sholat adalah tanda cinta, penjaga hati, perisai dosa, dan bekal menuju surga, anak akan tumbuh dengan kesadaran spiritual yang kuat.

Diperkuat oleh Al-Qur’an, Hadis, dan nasihat ulama, serta dikaji dari perspektif psikologi Islam dan parenting, kita memahami bahwa sholat bukan sekadar kewajiban ritual, tetapi juga sarana membentuk karakter, disiplin, dan ketenangan jiwa.

Semoga Allah menjadikan kita dan anak-anak kita termasuk orang yang menjaga sholat hingga akhir hayat, sebagaimana doa Nabi Ibrahim:

"Ya Rabb, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Rabb, perkenankanlah doaku."
(QS. Ibrahim: 40)

 



Rahasia Malam yang Membuat Awet Muda: Perspektif Kesehatan, Islam, dan Psikologi Islam

Banyak orang beranggapan bahwa rahasia awet muda hanya sebatas olahraga, pola makan sehat, atau penggunaan produk kecantikan. Padahal, Islam sudah sejak lama memberikan panduan hidup sehat yang mencakup aspek fisik, mental, dan spiritual. Malam hari, yang sering dianggap sebagai waktu untuk beristirahat semata, ternyata menyimpan rahasia besar bagi kesehatan tubuh dan ketenangan jiwa. Dalam Islam, malam bukan hanya tempat tidur, melainkan momentum untuk memperbaiki diri, memperkuat hubungan dengan Allah, serta memulihkan energi setelah seharian beraktivitas.

Artikel ini akan mengulas 5 kebiasaan malam yang dapat membuat tubuh terasa ringan, pikiran lebih segar, dan wajah berseri, dilihat dari sudut pandang kesehatan modern, psikologi Islam, dan thibbun nabawi.

1. Tidur Lebih Awal: Menyelaraskan Diri dengan Fitrah

Perspektif Kesehatan

Penelitian medis modern menunjukkan bahwa tidur sebelum pukul 11 malam memberi kesempatan bagi tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak, mengatur hormon, dan memperkuat sistem imun. Tidur yang cukup juga berhubungan erat dengan awet muda karena hormon melatonin dan hormon pertumbuhan (growth hormone) diproduksi lebih optimal saat tidur di awal malam.

Perspektif Islam

Islam menganjurkan tidur lebih awal setelah shalat Isya, sebagaimana riwayat dari Abu Barzah al-Aslami:

“Rasulullah ﷺ tidak menyukai tidur sebelum Isya dan tidak menyukai berbincang-bincang setelahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Anjuran ini selaras dengan prinsip kesehatan modern. Tidur lebih awal menjaga keseimbangan tubuh dan menghindarkan kita dari kebiasaan begadang yang merusak metabolisme.

Perspektif Psikologi Islam

Tidur awal membantu menjaga homeostasis jiwa. Dalam psikologi Islam, keseimbangan antara fisik, akal, dan ruh menjadi kunci kesehatan mental. Tidur yang cukup membuat pikiran jernih, emosi lebih stabil, dan ibadah malam (qiyamullail) lebih mudah dilakukan.

2. Mematikan Gadget 30 Menit Sebelum Tidur: Menenangkan Otak dan Hati

Perspektif Kesehatan

Cahaya biru (blue light) dari layar gadget dapat menghambat produksi melatonin, hormon pengatur tidur. Akibatnya, otak tetap aktif sehingga seseorang sulit tidur nyenyak. Para ahli kesehatan menyarankan untuk berhenti menggunakan gadget minimal 30 menit sebelum tidur agar kualitas tidur meningkat.

Perspektif Islam

Islam mengajarkan dzikir sebelum tidur, bukan larut dalam aktivitas sia-sia. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apabila salah seorang dari kalian hendak tidur, hendaklah ia berbaring di sisi kanan lalu membaca doa...” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dzikir sebelum tidur adalah “gadget detox” alami. Ia menenangkan hati, melepaskan stres, dan menyiapkan jiwa untuk tidur yang lebih berkualitas.

Perspektif Psikologi Islam

Psikologi Islam menekankan pentingnya tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Dengan mematikan gadget, seseorang belajar menenangkan diri dari distraksi dunia. Saat hati dipenuhi dzikir, otak masuk ke mode relaksasi yang mirip dengan meditasi dalam psikologi modern.

 

3. Minum Air Hangat: Sunnah Hidup Sehat

Perspektif Kesehatan

Minum air hangat sebelum tidur bermanfaat melancarkan peredaran darah, membantu pencernaan, serta menjaga kelembapan kulit. Dalam dunia medis, hidrasi yang baik sangat berhubungan dengan kesehatan kulit, metabolisme, dan pencegahan penuaan dini.

Perspektif Thibbun Nabawi

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Air adalah yang terbaik dari minuman.” (HR. Abu Daud)

Meski hadis ini bersifat umum, air memang menjadi elemen penting dalam menjaga kesehatan. Ibnul Qayyim dalam Zaad al-Ma’ad menekankan bahwa menjaga keseimbangan cairan tubuh adalah bagian dari kesehatan.

Perspektif Psikologi Islam

Minum air hangat sebelum tidur bisa dipandang sebagai bentuk mindful drinking. Dalam psikologi Islam, setiap aktivitas sehari-hari bisa menjadi ibadah bila disertai niat yang benar. Dengan meminum air sambil mengingat Allah, tubuh tenang dan hati pun lapang.

4. Peregangan Ringan: Mengusir Pegal dan Menyambut Tidur

Perspektif Kesehatan

Olahraga ringan atau peregangan sebelum tidur membantu otot-otot tubuh rileks setelah seharian beraktivitas. Hal ini dapat meningkatkan kualitas tidur, mengurangi ketegangan otot, serta memperbaiki postur tubuh.

Perspektif Islam

Rasulullah ﷺ menganjurkan agar tubuh dijaga keseimbangannya. Hadis riwayat Bukhari menyebutkan:

“Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu.”

Gerakan ringan sebelum tidur bisa dianggap sebagai bentuk ihsan terhadap tubuh, yaitu menjaga amanah Allah berupa kesehatan fisik.

Perspektif Psikologi Islam

Psikologi Islam menekankan hubungan antara fisik dan jiwa. Ketika tubuh diregangkan, otot-otot yang tegang melepaskan stres. Efek ini selaras dengan relaxation therapy dalam psikologi modern, namun diperkuat dengan kesadaran spiritual dalam Islam.

5. Berdoa & Bersyukur: Menenangkan Pikiran dan Menyuburkan Jiwa

Perspektif Kesehatan

Riset psikologi modern menunjukkan bahwa orang yang bersyukur cenderung memiliki kualitas tidur lebih baik, tingkat stres lebih rendah, dan kesehatan mental lebih stabil.

Perspektif Islam

Rasulullah ﷺ menutup harinya dengan doa dan dzikir sebelum tidur. Di antara doa yang diajarkan:

“Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan dengan nama-Mu aku mati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bersyukur sebelum tidur berarti membersihkan hati dari keluh kesah. Hal ini membuat tidur lebih nyenyak, bangun lebih segar, dan wajah lebih bercahaya.

Perspektif Psikologi Islam

Psikologi Islam melihat syukur sebagai salah satu pilar kesehatan mental. Syukur menguatkan coping mechanism terhadap stres, meningkatkan kebahagiaan, dan menumbuhkan rasa cukup (qana’ah). Saat hati tenang, tidur pun menjadi ibadah yang menyehatkan.

 

Integrasi Islam, Kesehatan, dan Psikologi: Rahasia Awet Muda Sejati

Jika kita perhatikan, lima kebiasaan malam yang sederhana ini ternyata sejalan dengan prinsip Islam, penelitian kesehatan modern, dan psikologi Islam. Tidur lebih awal, menjauhi gadget, menjaga hidrasi, peregangan, dan doa adalah bentuk self care yang menyeluruh:

  • Fisik: tubuh sehat, metabolisme terjaga, wajah berseri.
  • Psikis: pikiran lebih segar, emosi stabil, stres menurun.
  • Spiritual: hati tenang, dekat dengan Allah, hidup penuh syukur.

Inilah rahasia awet muda yang sebenarnya, bukan hanya kulit yang kencang, tetapi jiwa yang damai dan raga yang sehat.

 

Penutup

Rahasia malam yang membuat awet muda setelah usia 40 tahun ternyata bukanlah sesuatu yang rumit. Islam sudah menuntun umatnya sejak 1400 tahun lalu untuk menjaga tidur, dzikir, syukur, dan menjaga tubuh. Psikologi Islam memperkuat bahwa kesehatan mental dan spiritual adalah kunci keseimbangan hidup.

Maka, mari kita jadikan malam bukan hanya waktu tidur, tetapi juga waktu penyucian jiwa, penyembuhan tubuh, dan penguatan iman. Sebagaimana firman Allah:

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Dengan demikian, malam bukan sekadar istirahat, tetapi jalan menuju awet muda, sehat lahir batin, dan bahagia dunia akhirat.

 

Jumat, 22 Agustus 2025



 Al-Qur’an dan Kesehatan Mental: Menemukan Kedamaian di Tengah Badai Doomscrolling

Sebelum ilmu psikologi modern lahir, Al-Qur’an sudah memberikan isyarat tentang faktor-faktor yang dapat merusak kesehatan mental manusia. Manusia bukan hanya makhluk biologis yang membutuhkan stimulasi kimia otak untuk bahagia, melainkan makhluk spiritual yang hakikatnya diciptakan untuk berhubungan dengan Allah, kebenaran, dan makna.

Fenomena doomscrolling yaitu kebiasaan terus-menerus menelusuri media sosial atau berita negatif tanpa henti  kini menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka anxiety (kecemasan), burnout (kelelahan mental dan emosional), overthinking (berpikir berlebihan), hingga existential vacuum (kekosongan makna hidup). Psikologi modern mengaitkan hal ini dengan kecanduan dopamin sesaat dari media sosial, sedangkan psikologi Islam menyebutnya sebagai bentuk kebutaan spiritual.

Artikel ini akan membahas bagaimana Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ﷺ memberikan solusi konkret bagi kesehatan mental, dilengkapi dengan penjelasan dari perspektif psikologi modern.

1. Doomscrolling dan Krisis Mental Modern

Doomscrolling adalah aktivitas terjebak dalam arus konten digital tanpa henti, meskipun konten tersebut seringkali negatif, dangkal, atau tidak bermakna. Fenomena ini menimbulkan efek psikologis serius:

  • Anxiety dan depresi: riset neurosains menunjukkan bahwa terlalu sering terpapar konten negatif meningkatkan hormon kortisol (hormon stres).
  • Burnout dan kehilangan fokus: banjir informasi membuat otak kelelahan, sehingga sulit untuk mendalami hal-hal bermakna.
  • Existential vacuum: Viktor Frankl, tokoh psikologi eksistensial, menyebut kekosongan makna hidup ini sebagai penyebab utama krisis mental modern.

Al-Qur’an jauh sebelumnya sudah menyinggung hal ini. Allah berfirman:

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."
(QS. Thaha: 124)

Ayat ini menggambarkan bahwa orang yang terlalu sibuk dengan dunia, namun lalai dari Al-Qur’an dan zikir, akan mengalami hidup yang “sempit”  sebuah istilah yang relevan dengan krisis mental modern: kecemasan, stres, dan kekosongan.

 

2. Dampak Neuropsikologi Media Sosial

Psikologi modern menyoroti peran dopamin, neurotransmitter yang memicu rasa senang. Aktivitas media sosial (like, komentar, notifikasi) memicu lonjakan dopamin. Namun, dopamin yang tinggi secara instan justru:

  1. Menurunkan motivasi jangka panjang
    Penelitian menunjukkan lonjakan dopamin sesaat membuat otak “malas” mencari kebahagiaan dari aktivitas yang bermakna (seperti ibadah atau membaca).
  2. Memicu kecanduan dan anxiety
    Konten yang terus berganti cepat membuat otak sulit fokus, sehingga menurunkan ketenangan batin.
  3. Meningkatkan depresi
    Perbandingan sosial (social comparison) dari media membuat banyak orang merasa hidupnya tidak cukup, yang memperparah gejala depresi.

Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah ﷺ:

“Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati.”
(HR. Ibnu Majah no. 4193)

Meski hadis ini berbicara tentang tawa berlebihan, maknanya relevan: kesenangan sesaat yang berlebihan (termasuk hiburan kosong dari media sosial) membuat hati mati  tidak lagi peka terhadap makna dan ketenangan spiritual.

 

3. Spiritualitas Sebagai Antidepresan Alami

Islam menekankan bahwa kesehatan mental sejati tidak bisa dipisahkan dari koneksi spiritual kepada Allah.

a. Sholat Fajar dan Tahajud

Sholat fajar dan tahajud memiliki efek menstabilkan emosi. Allah berfirman:

“Dan pada sebagian malam hari, lakukanlah salat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”
(QS. Al-Isra’: 79)

Riset menunjukkan bahwa sholat malam dapat menurunkan hormon kortisol (stres) dan meningkatkan keseimbangan dopamin. Dengan kata lain, tahajud adalah terapi alami untuk mengatasi burnout dan anxiety.

b. Dzikir dan Tilawah Al-Qur’an

Allah berfirman:

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra’d: 28)

Dzikir dan tilawah memberi ketenangan yang tidak diberikan oleh konten digital. Neurosains membuktikan bahwa meditasi spiritual (termasuk dzikir) meningkatkan gelombang alfa di otak, yang berkaitan dengan relaksasi dan fokus.

c. Tawakal sebagai Terapi Anxiety

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung: ia pergi di pagi hari dengan perut kosong, lalu pulang sore hari dengan perut kenyang.”
(HR. Tirmidzi no. 2344)

Tawakal mengajarkan pelepasan beban berlebihan yang seringkali menjadi sumber overthinking. Secara psikologis, tawakal mirip dengan konsep acceptance dalam terapi modern — menerima hal-hal yang di luar kendali kita.

4. Integrasi Psikologi Islam dan Psikologi Modern

Psikologi modern berfokus pada aspek biologis dan kognitif, sedangkan psikologi Islam menambahkan aspek spiritual. Integrasi keduanya melahirkan pendekatan yang lebih utuh:

  • Psikologi modern: menjelaskan bahwa doomscrolling menyebabkan overstimulasi dopamin, menurunkan motivasi, dan meningkatkan anxiety.
  • Psikologi Islam: menjelaskan bahwa lalai dari dzikir dan Al-Qur’an menyebabkan hati sempit, sebagaimana disebut dalam QS. Thaha: 124.

Dengan menggabungkan keduanya, kita memahami bahwa krisis mental modern bukan hanya masalah otak, tapi juga masalah hati.

5. Solusi Praktis: Sunnah Sebagai Resep Kesehatan Mental

Rasulullah ﷺ telah memberikan resep yang sejalan dengan ilmu psikologi modern:

  1. Mengurangi stimulasi berlebihan → Sunnah mengajarkan tidak berlebihan dalam dunia, termasuk membatasi interaksi yang sia-sia.
  2. Meningkatkan koneksi spiritual → Sholat fajar, tahajud, dzikir, dan tilawah.
  3. Menemukan makna → Viktor Frankl menekankan bahwa manusia bertahan hidup karena makna. Islam sudah lama mengajarkan tujuan hidup:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)

 Kesimpulan

Doomscrolling hanyalah salah satu wajah modern dari lalai terhadap Allah. Ketika jiwa kita terus dijejali konten kosong, hati memberontak mencari makna, sementara pikiran candu pada dopamin sesaat.

Al-Qur’an sudah memprediksi bahwa berpaling dari Allah akan menghasilkan kehidupan yang sempit (QS. Thaha: 124). Psikologi modern memperkuatnya dengan data neurosains tentang dopamin, overstimulasi, dan kecanduan media sosial.

Solusi yang ditawarkan Rasulullah ﷺ bukan sekadar ritual, tetapi resep kesehatan mental sejati: sholat fajar dan tahajud menstabilkan dopamin, dzikir dan tilawah menenangkan emosi, tawakal mengurangi anxiety, dan seluruh sunnah menuntun pada makna hidup yang lebih tinggi.

Akhirnya, kesehatan mental bukan hanya tentang terapi dan obat-obatan, tapi tentang kembali kepada Allah. Doa kita adalah sebagaimana doa Nabi:

“Ya Allah, jadikanlah kami hamba yang selalu mengingat-Mu di kala sempit maupun lapang.”

 

Kamis, 31 Juli 2025

 


Keimanan: Fondasi Ketenteraman Jiwa dalam Perspektif Ulama Tazkiyatun Nafs

Setiap insan pasti pernah merasakan gelisah, cemas, dan gundah gulana. Dunia ini memang ladang ujian dan liku kehidupan yang bisa mengoyak ketenangan batin. Namun, Islam telah menghadirkan solusi tak tergantikan untuk mengatasi keresahan tersebut: keimanan kepada Allah. Lebih dari sekadar dogma, keimanan adalah fondasi utama untuk mencapai ketenteraman jiwa, sebuah konsep yang telah diuraikan secara mendalam oleh para ulama ahli tazkiyatun nafs.

 

1. Keimanan Menghapus Keresahan: Kedalaman Tauhid dan Dzikrullah

Keimanan bukan sekadar pernyataan lisan, melainkan keyakinan yang mengakar dalam hati dan dibuktikan dengan amal. Seseorang yang beriman, yakin bahwa apa pun yang terjadi di dunia ini, semuanya atas kehendak Allah. Ia tidak dikuasai oleh ketakutan terhadap dunia, karena ia tahu bahwa Allah-lah tempat bersandar yang sejati.

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam karyanya Madarij as-Salikin menjelaskan bahwa keresahan (khalq) pada dasarnya berasal dari kekosongan hati dari ma'rifatullah (mengenal Allah) dan mahabbatullah (mencintai Allah). Ketika hati tidak dipenuhi dengan pengenalan dan cinta kepada Sang Pencipta, ia akan mencari ketenteraman pada selain-Nya, yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan kegelisahan lebih lanjut.

Allah Ta'ala berfirman:

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.”

(QS. Ar-Ra'd: 28)

Ayat ini menegaskan bahwa hati yang resah akan mendapatkan ketenteraman melalui dzikrullah bentuk nyata dari keimanan dan kedekatan dengan Rabb semesta alam. Bagi para ulama tazkiyatun nafs seperti Imam Al-Ghazali, dzikrullah bukan hanya sekadar mengulang-ulang kalimat tayyibah, melainkan kehadiran hati bersama Allah, merasakan pengawasan-Nya, dan mengingat keagungan-Nya. Ketika seseorang konsisten dalam dzikrullah dengan kehadiran hati, ia akan menemukan bahwa kegelisahan duniawi mulai memudar, digantikan oleh rasa aman dan damai yang berasal dari hubungan yang kokoh dengan Allah.

 

2. Keimanan Melenyapkan Kegundahan: Perspektif Taqdir dan Ridha

Rasa gundah biasanya muncul karena kekhawatiran terhadap masa depan, kehilangan sesuatu yang dicintai, atau beban hidup yang berat. Namun bagi orang yang beriman, ia akan melihat segala hal dalam perspektif takdir dan hikmah.

Imam An-Nawawi dalam syarahnya atas hadis berikut:

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua urusannya adalah baik. Jika ia diberi kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa musibah, ia bersabar, maka itu juga baik baginya.”

(HR. Muslim)

menekankan bahwa hadis ini menunjukkan betapa istimewanya kedudukan seorang mukmin yang memiliki keyakinan penuh pada takdir Allah. Seorang mukmin memahami bahwa setiap peristiwa, baik yang menyenangkan maupun yang menyedihkan, adalah bagian dari ketetapan Allah yang Maha Bijaksana. Sikap ridha (menerima dengan lapang dada) atas takdir Allah adalah puncak dari keimanan yang menghilangkan kegundahan.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa ridha adalah salah satu maqam (tingkatan spiritual) tertinggi. Ridha berarti jiwa tidak merasakan penolakan terhadap apa yang Allah takdirkan, bahkan jika itu terasa pahit. Ini bukan berarti pasrah tanpa berusaha, melainkan menerima hasil akhir setelah berikhtiar semaksimal mungkin, dengan keyakinan bahwa Allah Maha Tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Inilah kekuatan keimanan: mengubah musibah menjadi pahala, mengganti kegundahan dengan keteguhan, dan menenangkan jiwa dalam setiap keadaan.

 

3. Keimanan adalah Kesenangan yang Diburu Para Ahli Tauhid: Kekosongan Hati dan Pengisiannya

Bagi para pecinta tauhid — yang senantiasa menjaga kemurnian penghambaan hanya kepada Allah — keimanan adalah harta terbesar yang selalu diburu. Mereka bukanlah pemburu dunia, melainkan pemburu cahaya iman.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:

“Dalam hati manusia ada kekosongan yang tidak bisa diisi kecuali dengan mencintai Allah, menghadap kepada-Nya, dan terus mengingat-Nya. Jika hati tidak diisi dengan hal tersebut, maka ia akan tersiksa dengan hal-hal selain-Nya.”

Pernyataan ini adalah inti dari pemahaman tazkiyatun nafs. Dunia dengan segala kenikmatan dan gemerlapnya tidak akan pernah mampu memberi kepuasan hakiki pada hati manusia. Hanya iman dan tauhid murni yang bisa mengisi kekosongan tersebut dan menghadirkan kebahagiaan sejati. Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani, seorang sufi besar, sering menekankan bahwa fokus utama seorang hamba adalah membersihkan hati dari keterikatan pada selain Allah. Ketika hati murni dari syirik (menyekutukan Allah) dan dipenuhi dengan tauhid, barulah ia merasakan kelezatan iman yang tak tertandingi.

Para ahli tauhid memahami bahwa mengejar kenikmatan dunia adalah seperti minum air asin, semakin diminum semakin haus. Sementara itu, kelezatan iman adalah seperti air tawar yang menghilangkan dahaga. Mereka mencari kesenangan yang abadi, yaitu kedekatan dengan Allah, yang hanya dapat diraih melalui iman yang kokoh dan tauhid yang murni.

 

4. Keimanan adalah Hiburan bagi Ahli Ibadah: Kesenangan Batiniah

Para ahli ibadah menjadikan keimanan sebagai hiburan jiwa. Mereka tidak bersedih ketika dunia menjauh, karena mereka telah dekat dengan Rabb mereka. Mereka merasakan kelezatan dalam sujud, kesyahduan dalam dzikir, dan kebahagiaan dalam amal shalih.

Imam Ibnu Taimiyah pernah berkata:

“Apa yang bisa diperbuat musuh-musuhku terhadapku? Surga dan kebahagiaanku ada di hatiku. Bila aku dipenjara, itu adalah khalwat bagiku bersama Tuhanku. Bila aku dibunuh, itu adalah syahadah bagiku. Dan bila aku diusir, itu adalah rekreasi bagiku.”

Ucapan ini bukan sekadar retorika, tapi lahir dari keimanan yang kokoh dan mendalam. Hati yang dipenuhi iman tidak mudah goyah oleh keadaan eksternal. Imam Al-Junayd Al-Baghdadi, salah satu tokoh sufi terkemuka, mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukanlah pada harta atau jabatan, melainkan pada kemurnian hati dan kedekatan dengan Allah. Ketika hati telah mencicipi manisnya iman dan ibadah, cobaan duniawi terasa ringan. Mereka menemukan kenikmatan spiritual yang melebihi segala kenikmatan dunia, sehingga mereka tidak lagi bergantung pada dunia untuk kebahagiaan mereka. Bahkan dalam kesulitan, mereka menemukan hiburan dalam mengingat Allah dan menjalankan perintah-Nya.

 

5. Jalan Menuju Ketenteraman: Menghidupkan Iman (Tazkiyatun Nafs Praktis)

Keimanan bukanlah sesuatu yang statis. Ia naik dan turun, tergantung usaha kita dalam memeliharanya. Para ulama ahli tazkiyatun nafs telah merumuskan berbagai cara untuk menghidupkan iman agar keresahan dan kegundahan hilang dari hati.

  1. Bertauhid secara murni dan menjauhi segala bentuk syirik: Ini adalah fondasi. Imam Muhammad bin Abdul Wahhab dan para ulama dakwah tauhid sangat menekankan pentingnya membersihkan diri dari segala bentuk syirik, baik syirik akbar maupun syirik asghar. Hati yang bersih dari syirik akan dipenuhi cahaya tauhid, yang merupakan sumber utama ketenangan.
  2. Menunaikan shalat dengan khusyuk: Shalat adalah mi'rajnya mukmin. Imam Al-Ghazali dalam Minhajul Abidin menjelaskan khusyuk sebagai kehadiran hati, kesadaran akan keagungan Allah, dan rasa malu di hadapan-Nya. Shalat yang khusyuk akan membersihkan jiwa dan menenangkan hati dari hiruk pikuk dunia.
  3. Berdzikir dan membaca Al-Qur’an setiap hari: Imam Nawawi dalam Al-Adzkar mengumpulkan berbagai dzikir yang dianjurkan. Dzikrullah adalah makanan hati. Membaca Al-Qur'an dengan tadabbur (perenungan) akan membawa petunjuk dan ketenangan. Syaikh Abdurrahman As-Sa'di sering menganjurkan untuk merenungi makna ayat-ayat Al-Qur'an agar iman semakin kokoh.
  4. Bersahabat dengan orang-orang shalih: Lingkungan sangat mempengaruhi iman. Imam Ahmad bin Hanbal sering menekankan pentingnya mencari teman-teman yang dapat mengingatkan kita kepada Allah dan ketaatan. Mereka adalah cerminan bagi kita untuk senantiasa memperbaiki diri.
  5. Menghadiri majelis ilmu: Majelis ilmu adalah taman-taman surga di dunia. Imam Malik sering menganjurkan untuk belajar agama agar pemahaman tentang iman semakin mendalam. Ilmu akan menguatkan keyakinan dan menghilangkan keraguan yang sering menjadi sumber kegelisahan.
  6. Bertawakal kepada Allah dan ridha atas takdir-Nya: Imam Ibnul Qayyim mengulas tuntas tentang tawakal dalam banyak karyanya. Tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berikhtiar semaksimal mungkin, dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan yang terbaik. Ridha adalah buah dari tawakal.

Seperti yang disebutkan oleh Imam Al-Ghazali:

“Ketika iman telah memenuhi hati, maka dunia menjadi kecil di hadapanmu dan akhirat menjadi cita-cita tertinggimu.”

Pernyataan ini menggambarkan transformasi batin yang terjadi ketika iman menguat. Prioritas hidup seseorang akan bergeser dari kenikmatan dunia yang fana menuju kebahagiaan abadi di akhirat, yang pada gilirannya membawa ketenangan dalam menjalani kehidupan dunia.

 

Penutup: Iman Adalah Obat Jiwa Universal

Ketika dunia menyesakkan, ketika masalah tak kunjung reda, ketika hati terasa gundah gulana, maka kembalilah kepada keimanan. Karena iman bukan hanya teori, tetapi energi spiritual yang mampu membangkitkan harapan, menenangkan hati, dan menuntun kita ke jalan kebaikan.

Keimanan adalah pelita yang menyinari lorong gelap kehidupan. Ia bukan sekadar keyakinan, tapi juga kebahagiaan. Maka siapa yang ingin meraih ketenteraman, milikilah iman, peliharalah ia, dan perkuatlah setiap hari.

"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS. An-Nahl: 97)

Ayat ini adalah janji Allah yang pasti. Kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) bukanlah berarti bebas dari ujian, melainkan kehidupan yang dipenuhi ketenangan batin, kebahagiaan, dan keberkahan, terlepas dari kondisi eksternal. Ini adalah buah dari iman yang sejati dan amalan saleh yang menyertainya, sebagaimana yang telah diajarkan dan diamalkan oleh para ulama ahli tazkiyatun nafs sepanjang sejarah Islam.