Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com

Rabu, 06 Agustus 2025



Menjauh Bukan Berarti Kalah: Sebuah Tindakan Cinta pada Diri Sendiri dalam Perspektif Psikologi Islami dan Modern

Dalam perjalanan hidup, interaksi sosial adalah bagian tak terpisahkan. Kita bertemu beragam individu; sebagian membawa kedamaian, sebagian lagi justru menguras energi. Mereka yang datang dengan kata-kata tajam, sikap penuh kebencian, dan kehadiran yang merusak suasana seringkali membuat kita merasa terjebak. Lalu, apa yang seharusnya kita lakukan?

Jawaban yang sering kali datang dari naluri adalah melawan, membalas, atau bertahan. Namun, dalam banyak kasus, tindakan paling bijak justru adalah menjauh. Ini bukan tanda kelemahan, melainkan sebuah tindakan cinta pada diri sendiri yang berakar kuat dalam ajaran Islam dan diperkuat oleh prinsip-prinsip psikologi modern. Menjauh adalah bentuk perlindungan hati dan jiwa dari kerusakan yang tidak perlu.

Perspektif Psikologi Islami: Menjaga Kewarasan sebagai Amanah

Dalam psikologi Islami, konsep tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) adalah inti dari kesempurnaan seorang muslim. Jiwa yang bersih, tenang, dan damai adalah tujuan utama. Oleh karena itu, segala hal yang dapat mengotori atau merusak jiwa harus dihindari. Interaksi dengan orang-orang yang toksik (meracuni) dapat menjadi salah satu sumber kerusakan jiwa ini.

1. Menerapkan Akhlak Mulia (QS. Al-Furqan: 63)

Al-Qur'an secara eksplisit mengajarkan kita bagaimana menghadapi orang-orang yang kasar. Allah berfirman:

"Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata kasar), mereka mengucapkan kata-kata yang baik." (QS. Al-Furqan: 63)

Ayat ini bukan sekadar anjuran, melainkan sebuah panduan psikologis yang luar biasa. Ia mengajarkan kemampuan mengendalikan diri (self-control) dan rasa empati (meski kepada orang yang salah). Alih-alih membalas dengan amarah yang memicu konflik, kita diajarkan untuk merespon dengan kebaikan, atau jika tidak memungkinkan, dengan diam yang bermartabat. Sikap ini memutus rantai kebencian dan melindungi hati dari energi negatif yang datang.

Imam Ibnul Jauzi, dalam kitabnya Shaydul Khatir, menjelaskan bahwa orang yang bijak adalah mereka yang tidak membiarkan kata-kata atau perbuatan buruk orang lain mengendalikan emosi dan tindakannya. Mereka menyadari bahwa membalas keburukan dengan keburukan hanya akan menambah masalah, bukan menyelesaikannya.

2. Diam sebagai Kekuatan Batin (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam."

Hadis ini menegaskan bahwa diam adalah pilihan aktif, bukan pasif. Ketika dihadapkan pada situasi yang penuh provokasi, diam adalah benteng pertahanan terakhir bagi jiwa. Diam yang diiringi dengan kesadaran dan tawakal dapat menjadi sumber kekuatan yang sangat besar. Ia melatih kita untuk tidak reaktif, membiarkan emosi tenang, dan menyerahkan urusan kepada Allah. Ini adalah esensi dari tazkiyatun nafs mengendalikan lidah, menenangkan hati, dan mengarahkan fokus pada Allah, bukan pada kebencian orang lain.

Perspektif Psikologi Modern: Menjauh sebagai Bentuk Perlindungan Diri

Psikologi modern mendukung sepenuhnya gagasan bahwa menjauh dari orang atau lingkungan yang toksik adalah tindakan yang sehat dan diperlukan. Ini bukan tentang melarikan diri dari masalah, melainkan tentang menetapkan batasan (boundaries) yang sehat demi kesehatan mental dan emosional.

1. Menjaga Batasan Diri dan Kesehatan Mental

Psikolog menekankan pentingnya memiliki batasan yang jelas dalam setiap hubungan. Orang-orang yang terus-menerus mengkritik, merendahkan, atau menyebarkan energi negatif sering disebut "toxic people". Berada di dekat mereka dapat menyebabkan:

  • Kelelahan emosional: Merasa lelah, cemas, dan stres karena terus-menerus harus membela diri atau menahan emosi.
  • Penurunan harga diri: Kata-kata negatif dari mereka dapat merusak citra diri dan membuat kita meragukan kemampuan sendiri.
  • Stres kronis: Paparan stres yang terus-menerus dapat memengaruhi kesehatan fisik, seperti tekanan darah tinggi dan masalah jantung.

Menjauh adalah cara efektif untuk menegaskan bahwa kesehatan mental kita adalah prioritas. Ini bukan tentang memutuskan hubungan selamanya, tetapi tentang menciptakan jarak yang diperlukan untuk memulihkan diri, melindungi diri, dan menjaga kestabilan emosi.

2. Konsep Self-Compassion dan Self-Love

Menjauh adalah wujud nyata dari self-compassion (kasih sayang pada diri sendiri). Psikologi modern mengajarkan bahwa menyayangi diri sendiri bukanlah keegoisan, melainkan pondasi untuk bisa menyayangi orang lain dengan tulus. Sama seperti kita ingin melindungi orang yang kita cintai dari bahaya, kita juga wajib melindungi diri sendiri dari hal-hal yang merusak.

Ini selaras dengan perintah Allah dalam QS. Al-Baqarah: 195:

"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan..."

Dalam konteks ini, "kebinasaan" tidak hanya dimaknai secara fisik, tetapi juga spiritual dan psikologis. Membiarkan diri terus-menerus berada dalam lingkungan yang merusak adalah bentuk menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan mental.

Menjauh Bukan Berarti Kalah, Melainkan Menang

Kekuatan sejati bukanlah terletak pada seberapa keras kita membalas, melainkan pada seberapa kokoh kita mampu menjaga ketenangan batin.

  • Menjauh adalah kemenangan atas ego. Ia memenangkan kita dari godaan untuk membalas dendam, yang hanya akan melahirkan lingkaran kebencian tak berujung.
  • Menjauh adalah kemenangan atas diri sendiri. Ia membuktikan bahwa kita mampu mengendalikan emosi, bukan dikendalikan olehnya.
  • Menjauh adalah kemenangan atas kebencian. Dengan menjauh, kita menolak untuk menjadi bagian dari masalah, dan memilih untuk menjadi bagian dari solusi, solusi untuk kedamaian diri kita sendiri.

Janji Kedamaian bagi Jiwa yang Terpelihara

Ketika kita memilih untuk menjauh, kita sedang mempraktikkan ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Kita sedang memilih jalan yang lurus menuju kedamaian batin. Jangan pernah takut disebut lemah karena memilih menjauh. Karena sesungguhnya, kekuatan terbesar bukan terletak pada tangan yang menggenggam, tapi pada hati yang mampu melepaskan dengan tenang.

Menjauh adalah tindakan yang membebaskan, memberdayakan, dan, pada akhirnya, adalah bukti nyata bahwa kita mencintai diri kita sendiri sebagaimana Allah mencintai hamba-Nya yang bersabar dan berdamai.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar