Menjauh Bukan Berarti Kalah: Sebuah Tindakan Cinta pada Diri Sendiri
dalam Perspektif Psikologi Islami dan Modern
Dalam perjalanan hidup,
interaksi sosial adalah bagian tak terpisahkan. Kita bertemu beragam individu;
sebagian membawa kedamaian, sebagian lagi justru menguras energi. Mereka yang
datang dengan kata-kata tajam, sikap penuh kebencian, dan kehadiran yang merusak
suasana seringkali membuat kita merasa terjebak. Lalu, apa yang seharusnya kita
lakukan?
Jawaban yang sering kali
datang dari naluri adalah melawan, membalas, atau bertahan. Namun, dalam banyak
kasus, tindakan paling bijak justru adalah menjauh. Ini bukan tanda kelemahan, melainkan sebuah tindakan cinta pada diri sendiri yang berakar
kuat dalam ajaran Islam dan diperkuat oleh prinsip-prinsip psikologi modern.
Menjauh adalah bentuk perlindungan hati dan jiwa dari kerusakan yang tidak
perlu.
Perspektif Psikologi Islami: Menjaga Kewarasan sebagai Amanah
Dalam psikologi Islami,
konsep tazkiyatun nafs
(penyucian jiwa) adalah inti dari kesempurnaan seorang muslim. Jiwa yang
bersih, tenang, dan damai adalah tujuan utama. Oleh karena itu, segala hal yang
dapat mengotori atau merusak jiwa harus dihindari. Interaksi dengan orang-orang
yang toksik (meracuni) dapat menjadi salah satu sumber kerusakan jiwa ini.
1. Menerapkan Akhlak Mulia (QS. Al-Furqan: 63)
Al-Qur'an secara eksplisit
mengajarkan kita bagaimana menghadapi orang-orang yang kasar. Allah berfirman:
"Dan
hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di
atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang bodoh menyapa mereka (dengan
kata-kata kasar), mereka mengucapkan kata-kata yang baik." (QS. Al-Furqan: 63)
Ayat ini bukan sekadar
anjuran, melainkan sebuah panduan psikologis yang luar biasa. Ia mengajarkan kemampuan mengendalikan diri
(self-control) dan rasa empati
(meski kepada orang yang salah). Alih-alih membalas dengan amarah yang memicu
konflik, kita diajarkan untuk merespon dengan kebaikan, atau jika tidak
memungkinkan, dengan diam yang bermartabat. Sikap ini memutus rantai kebencian
dan melindungi hati dari energi negatif yang datang.
Imam
Ibnul Jauzi, dalam kitabnya Shaydul Khatir,
menjelaskan bahwa orang yang bijak adalah mereka yang tidak membiarkan
kata-kata atau perbuatan buruk orang lain mengendalikan emosi dan tindakannya.
Mereka menyadari bahwa membalas keburukan dengan keburukan hanya akan menambah
masalah, bukan menyelesaikannya.
2. Diam sebagai Kekuatan Batin (HR. Bukhari
dan Muslim)
Dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barangsiapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau
diam."
Hadis ini menegaskan bahwa diam adalah pilihan aktif, bukan
pasif. Ketika dihadapkan pada situasi yang penuh provokasi, diam adalah benteng
pertahanan terakhir bagi jiwa. Diam yang diiringi dengan kesadaran dan tawakal
dapat menjadi sumber kekuatan yang sangat besar. Ia melatih kita untuk tidak
reaktif, membiarkan emosi tenang, dan menyerahkan urusan kepada Allah. Ini
adalah esensi dari tazkiyatun nafs
mengendalikan lidah, menenangkan hati, dan mengarahkan fokus pada Allah, bukan
pada kebencian orang lain.
Perspektif Psikologi Modern: Menjauh sebagai Bentuk Perlindungan Diri
Psikologi modern mendukung
sepenuhnya gagasan bahwa menjauh dari orang atau lingkungan yang toksik adalah
tindakan yang sehat dan diperlukan. Ini bukan tentang melarikan diri dari
masalah, melainkan tentang menetapkan
batasan (boundaries) yang sehat demi kesehatan mental dan emosional.
1. Menjaga Batasan Diri dan Kesehatan Mental
Psikolog menekankan
pentingnya memiliki batasan yang jelas dalam setiap hubungan. Orang-orang yang
terus-menerus mengkritik, merendahkan, atau menyebarkan energi negatif sering
disebut "toxic people".
Berada di dekat mereka dapat menyebabkan:
- Kelelahan emosional: Merasa lelah, cemas,
dan stres karena terus-menerus harus membela diri atau menahan emosi.
- Penurunan harga diri: Kata-kata negatif
dari mereka dapat merusak citra diri dan membuat kita meragukan kemampuan
sendiri.
- Stres kronis: Paparan stres yang
terus-menerus dapat memengaruhi kesehatan fisik, seperti tekanan darah
tinggi dan masalah jantung.
Menjauh adalah cara efektif
untuk menegaskan bahwa kesehatan mental
kita adalah prioritas. Ini bukan tentang memutuskan hubungan selamanya,
tetapi tentang menciptakan jarak yang diperlukan untuk memulihkan diri,
melindungi diri, dan menjaga kestabilan emosi.
2. Konsep Self-Compassion dan Self-Love
Menjauh adalah wujud nyata
dari self-compassion (kasih
sayang pada diri sendiri). Psikologi modern mengajarkan bahwa menyayangi diri
sendiri bukanlah keegoisan, melainkan pondasi untuk bisa menyayangi orang lain
dengan tulus. Sama seperti kita ingin melindungi orang yang kita cintai dari
bahaya, kita juga wajib melindungi diri sendiri dari hal-hal yang merusak.
Ini selaras dengan perintah
Allah dalam QS. Al-Baqarah: 195:
"Dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan..."
Dalam konteks ini,
"kebinasaan" tidak hanya dimaknai secara fisik, tetapi juga spiritual
dan psikologis. Membiarkan diri terus-menerus berada dalam lingkungan yang
merusak adalah bentuk menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan mental.
Menjauh Bukan Berarti Kalah, Melainkan Menang
Kekuatan
sejati bukanlah terletak pada seberapa keras kita membalas, melainkan pada
seberapa kokoh kita mampu menjaga ketenangan batin.
- Menjauh adalah kemenangan atas ego. Ia
memenangkan kita dari godaan untuk membalas dendam, yang hanya akan
melahirkan lingkaran kebencian tak berujung.
- Menjauh adalah kemenangan atas diri sendiri. Ia membuktikan bahwa kita mampu mengendalikan
emosi, bukan dikendalikan olehnya.
- Menjauh adalah kemenangan atas kebencian. Dengan menjauh, kita menolak untuk menjadi
bagian dari masalah, dan memilih untuk menjadi bagian dari solusi, solusi
untuk kedamaian diri kita sendiri.
Janji Kedamaian bagi Jiwa yang Terpelihara
Ketika kita memilih untuk
menjauh, kita sedang mempraktikkan ajaran agama dan ilmu pengetahuan. Kita
sedang memilih jalan yang lurus menuju kedamaian batin. Jangan pernah takut
disebut lemah karena memilih menjauh. Karena sesungguhnya, kekuatan terbesar
bukan terletak pada tangan yang menggenggam, tapi pada hati yang mampu
melepaskan dengan tenang.
Menjauh adalah tindakan
yang membebaskan, memberdayakan, dan, pada akhirnya, adalah bukti nyata bahwa
kita mencintai diri kita sendiri sebagaimana Allah mencintai hamba-Nya yang
bersabar dan berdamai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar