Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com

Jumat, 22 Agustus 2025



 Al-Qur’an dan Kesehatan Mental: Menemukan Kedamaian di Tengah Badai Doomscrolling

Sebelum ilmu psikologi modern lahir, Al-Qur’an sudah memberikan isyarat tentang faktor-faktor yang dapat merusak kesehatan mental manusia. Manusia bukan hanya makhluk biologis yang membutuhkan stimulasi kimia otak untuk bahagia, melainkan makhluk spiritual yang hakikatnya diciptakan untuk berhubungan dengan Allah, kebenaran, dan makna.

Fenomena doomscrolling yaitu kebiasaan terus-menerus menelusuri media sosial atau berita negatif tanpa henti  kini menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka anxiety (kecemasan), burnout (kelelahan mental dan emosional), overthinking (berpikir berlebihan), hingga existential vacuum (kekosongan makna hidup). Psikologi modern mengaitkan hal ini dengan kecanduan dopamin sesaat dari media sosial, sedangkan psikologi Islam menyebutnya sebagai bentuk kebutaan spiritual.

Artikel ini akan membahas bagaimana Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ﷺ memberikan solusi konkret bagi kesehatan mental, dilengkapi dengan penjelasan dari perspektif psikologi modern.

1. Doomscrolling dan Krisis Mental Modern

Doomscrolling adalah aktivitas terjebak dalam arus konten digital tanpa henti, meskipun konten tersebut seringkali negatif, dangkal, atau tidak bermakna. Fenomena ini menimbulkan efek psikologis serius:

  • Anxiety dan depresi: riset neurosains menunjukkan bahwa terlalu sering terpapar konten negatif meningkatkan hormon kortisol (hormon stres).
  • Burnout dan kehilangan fokus: banjir informasi membuat otak kelelahan, sehingga sulit untuk mendalami hal-hal bermakna.
  • Existential vacuum: Viktor Frankl, tokoh psikologi eksistensial, menyebut kekosongan makna hidup ini sebagai penyebab utama krisis mental modern.

Al-Qur’an jauh sebelumnya sudah menyinggung hal ini. Allah berfirman:

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."
(QS. Thaha: 124)

Ayat ini menggambarkan bahwa orang yang terlalu sibuk dengan dunia, namun lalai dari Al-Qur’an dan zikir, akan mengalami hidup yang “sempit”  sebuah istilah yang relevan dengan krisis mental modern: kecemasan, stres, dan kekosongan.

 

2. Dampak Neuropsikologi Media Sosial

Psikologi modern menyoroti peran dopamin, neurotransmitter yang memicu rasa senang. Aktivitas media sosial (like, komentar, notifikasi) memicu lonjakan dopamin. Namun, dopamin yang tinggi secara instan justru:

  1. Menurunkan motivasi jangka panjang
    Penelitian menunjukkan lonjakan dopamin sesaat membuat otak “malas” mencari kebahagiaan dari aktivitas yang bermakna (seperti ibadah atau membaca).
  2. Memicu kecanduan dan anxiety
    Konten yang terus berganti cepat membuat otak sulit fokus, sehingga menurunkan ketenangan batin.
  3. Meningkatkan depresi
    Perbandingan sosial (social comparison) dari media membuat banyak orang merasa hidupnya tidak cukup, yang memperparah gejala depresi.

Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah ﷺ:

“Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati.”
(HR. Ibnu Majah no. 4193)

Meski hadis ini berbicara tentang tawa berlebihan, maknanya relevan: kesenangan sesaat yang berlebihan (termasuk hiburan kosong dari media sosial) membuat hati mati  tidak lagi peka terhadap makna dan ketenangan spiritual.

 

3. Spiritualitas Sebagai Antidepresan Alami

Islam menekankan bahwa kesehatan mental sejati tidak bisa dipisahkan dari koneksi spiritual kepada Allah.

a. Sholat Fajar dan Tahajud

Sholat fajar dan tahajud memiliki efek menstabilkan emosi. Allah berfirman:

“Dan pada sebagian malam hari, lakukanlah salat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”
(QS. Al-Isra’: 79)

Riset menunjukkan bahwa sholat malam dapat menurunkan hormon kortisol (stres) dan meningkatkan keseimbangan dopamin. Dengan kata lain, tahajud adalah terapi alami untuk mengatasi burnout dan anxiety.

b. Dzikir dan Tilawah Al-Qur’an

Allah berfirman:

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra’d: 28)

Dzikir dan tilawah memberi ketenangan yang tidak diberikan oleh konten digital. Neurosains membuktikan bahwa meditasi spiritual (termasuk dzikir) meningkatkan gelombang alfa di otak, yang berkaitan dengan relaksasi dan fokus.

c. Tawakal sebagai Terapi Anxiety

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung: ia pergi di pagi hari dengan perut kosong, lalu pulang sore hari dengan perut kenyang.”
(HR. Tirmidzi no. 2344)

Tawakal mengajarkan pelepasan beban berlebihan yang seringkali menjadi sumber overthinking. Secara psikologis, tawakal mirip dengan konsep acceptance dalam terapi modern — menerima hal-hal yang di luar kendali kita.

4. Integrasi Psikologi Islam dan Psikologi Modern

Psikologi modern berfokus pada aspek biologis dan kognitif, sedangkan psikologi Islam menambahkan aspek spiritual. Integrasi keduanya melahirkan pendekatan yang lebih utuh:

  • Psikologi modern: menjelaskan bahwa doomscrolling menyebabkan overstimulasi dopamin, menurunkan motivasi, dan meningkatkan anxiety.
  • Psikologi Islam: menjelaskan bahwa lalai dari dzikir dan Al-Qur’an menyebabkan hati sempit, sebagaimana disebut dalam QS. Thaha: 124.

Dengan menggabungkan keduanya, kita memahami bahwa krisis mental modern bukan hanya masalah otak, tapi juga masalah hati.

5. Solusi Praktis: Sunnah Sebagai Resep Kesehatan Mental

Rasulullah ﷺ telah memberikan resep yang sejalan dengan ilmu psikologi modern:

  1. Mengurangi stimulasi berlebihan → Sunnah mengajarkan tidak berlebihan dalam dunia, termasuk membatasi interaksi yang sia-sia.
  2. Meningkatkan koneksi spiritual → Sholat fajar, tahajud, dzikir, dan tilawah.
  3. Menemukan makna → Viktor Frankl menekankan bahwa manusia bertahan hidup karena makna. Islam sudah lama mengajarkan tujuan hidup:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)

 Kesimpulan

Doomscrolling hanyalah salah satu wajah modern dari lalai terhadap Allah. Ketika jiwa kita terus dijejali konten kosong, hati memberontak mencari makna, sementara pikiran candu pada dopamin sesaat.

Al-Qur’an sudah memprediksi bahwa berpaling dari Allah akan menghasilkan kehidupan yang sempit (QS. Thaha: 124). Psikologi modern memperkuatnya dengan data neurosains tentang dopamin, overstimulasi, dan kecanduan media sosial.

Solusi yang ditawarkan Rasulullah ﷺ bukan sekadar ritual, tetapi resep kesehatan mental sejati: sholat fajar dan tahajud menstabilkan dopamin, dzikir dan tilawah menenangkan emosi, tawakal mengurangi anxiety, dan seluruh sunnah menuntun pada makna hidup yang lebih tinggi.

Akhirnya, kesehatan mental bukan hanya tentang terapi dan obat-obatan, tapi tentang kembali kepada Allah. Doa kita adalah sebagaimana doa Nabi:

“Ya Allah, jadikanlah kami hamba yang selalu mengingat-Mu di kala sempit maupun lapang.”

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar