Al-Qur’an dan Kesehatan Mental: Menemukan Kedamaian di Tengah Badai Doomscrolling
Sebelum ilmu psikologi
modern lahir, Al-Qur’an sudah memberikan isyarat tentang faktor-faktor yang
dapat merusak kesehatan mental manusia. Manusia bukan hanya makhluk biologis
yang membutuhkan stimulasi kimia otak untuk bahagia, melainkan makhluk spiritual
yang hakikatnya diciptakan untuk berhubungan dengan Allah, kebenaran, dan
makna.
Fenomena doomscrolling
yaitu kebiasaan terus-menerus menelusuri media sosial atau berita negatif tanpa
henti kini menjadi salah satu penyebab
utama meningkatnya angka anxiety (kecemasan), burnout (kelelahan
mental dan emosional), overthinking (berpikir berlebihan), hingga existential
vacuum (kekosongan makna hidup). Psikologi modern mengaitkan hal ini dengan
kecanduan dopamin sesaat dari media sosial, sedangkan psikologi Islam
menyebutnya sebagai bentuk kebutaan spiritual.
Artikel ini akan membahas
bagaimana Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ﷺ memberikan solusi konkret bagi
kesehatan mental, dilengkapi dengan penjelasan dari perspektif psikologi
modern.
1.
Doomscrolling dan Krisis Mental Modern
Doomscrolling adalah aktivitas terjebak
dalam arus konten digital tanpa henti, meskipun konten tersebut seringkali
negatif, dangkal, atau tidak bermakna. Fenomena ini menimbulkan efek psikologis
serius:
- Anxiety dan depresi: riset neurosains menunjukkan bahwa terlalu
sering terpapar konten negatif meningkatkan hormon kortisol (hormon
stres).
- Burnout dan kehilangan fokus: banjir informasi membuat otak kelelahan,
sehingga sulit untuk mendalami hal-hal bermakna.
- Existential vacuum: Viktor Frankl, tokoh psikologi eksistensial,
menyebut kekosongan makna hidup ini sebagai penyebab utama krisis mental
modern.
Al-Qur’an jauh sebelumnya sudah menyinggung
hal ini. Allah berfirman:
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku,
maka sungguh, baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya
pada hari kiamat dalam keadaan buta."
(QS. Thaha: 124)
Ayat ini menggambarkan bahwa orang yang
terlalu sibuk dengan dunia, namun lalai dari Al-Qur’an dan zikir, akan
mengalami hidup yang “sempit” sebuah
istilah yang relevan dengan krisis mental modern: kecemasan, stres, dan
kekosongan.
2. Dampak
Neuropsikologi Media Sosial
Psikologi modern menyoroti peran dopamin,
neurotransmitter yang memicu rasa senang. Aktivitas media sosial (like,
komentar, notifikasi) memicu lonjakan dopamin. Namun, dopamin yang tinggi
secara instan justru:
- Menurunkan motivasi jangka panjang
Penelitian menunjukkan lonjakan dopamin sesaat membuat otak “malas” mencari kebahagiaan dari aktivitas yang bermakna (seperti ibadah atau membaca). - Memicu kecanduan dan anxiety
Konten yang terus berganti cepat membuat otak sulit fokus, sehingga menurunkan ketenangan batin. - Meningkatkan depresi
Perbandingan sosial (social comparison) dari media membuat banyak orang merasa hidupnya tidak cukup, yang memperparah gejala depresi.
Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah ﷺ:
“Janganlah kalian banyak tertawa, karena
banyak tertawa itu mematikan hati.”
(HR. Ibnu Majah no. 4193)
Meski hadis ini berbicara tentang tawa
berlebihan, maknanya relevan: kesenangan sesaat yang berlebihan (termasuk
hiburan kosong dari media sosial) membuat hati mati tidak lagi peka terhadap makna dan ketenangan
spiritual.
3.
Spiritualitas Sebagai Antidepresan Alami
Islam menekankan bahwa kesehatan mental
sejati tidak bisa dipisahkan dari koneksi spiritual kepada Allah.
a. Sholat
Fajar dan Tahajud
Sholat fajar dan tahajud memiliki efek
menstabilkan emosi. Allah berfirman:
“Dan pada sebagian malam hari, lakukanlah
salat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu
mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”
(QS. Al-Isra’: 79)
Riset menunjukkan bahwa sholat malam dapat
menurunkan hormon kortisol (stres) dan meningkatkan keseimbangan dopamin.
Dengan kata lain, tahajud adalah terapi alami untuk mengatasi burnout dan
anxiety.
b. Dzikir
dan Tilawah Al-Qur’an
Allah berfirman:
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah
hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra’d: 28)
Dzikir dan tilawah memberi ketenangan yang
tidak diberikan oleh konten digital. Neurosains membuktikan bahwa meditasi
spiritual (termasuk dzikir) meningkatkan gelombang alfa di otak, yang
berkaitan dengan relaksasi dan fokus.
c.
Tawakal sebagai Terapi Anxiety
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah
dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada
kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung: ia pergi di pagi hari
dengan perut kosong, lalu pulang sore hari dengan perut kenyang.”
(HR. Tirmidzi no. 2344)
Tawakal mengajarkan pelepasan beban
berlebihan yang seringkali menjadi sumber overthinking. Secara psikologis,
tawakal mirip dengan konsep acceptance dalam terapi modern — menerima
hal-hal yang di luar kendali kita.
4.
Integrasi Psikologi Islam dan Psikologi Modern
Psikologi modern berfokus pada aspek biologis
dan kognitif, sedangkan psikologi Islam menambahkan aspek spiritual. Integrasi
keduanya melahirkan pendekatan yang lebih utuh:
- Psikologi modern: menjelaskan bahwa doomscrolling menyebabkan
overstimulasi dopamin, menurunkan motivasi, dan meningkatkan anxiety.
- Psikologi Islam: menjelaskan bahwa lalai dari dzikir dan
Al-Qur’an menyebabkan hati sempit, sebagaimana disebut dalam QS. Thaha:
124.
Dengan menggabungkan keduanya, kita memahami
bahwa krisis mental modern bukan hanya masalah otak, tapi juga masalah hati.
5. Solusi
Praktis: Sunnah Sebagai Resep Kesehatan Mental
Rasulullah ﷺ telah memberikan resep yang
sejalan dengan ilmu psikologi modern:
- Mengurangi stimulasi berlebihan → Sunnah mengajarkan tidak berlebihan
dalam dunia, termasuk membatasi interaksi yang sia-sia.
- Meningkatkan koneksi spiritual → Sholat fajar, tahajud, dzikir, dan tilawah.
- Menemukan makna → Viktor Frankl menekankan bahwa manusia
bertahan hidup karena makna. Islam sudah lama mengajarkan tujuan hidup:
“Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Kesimpulan
Doomscrolling hanyalah salah satu wajah
modern dari lalai terhadap Allah. Ketika jiwa kita terus dijejali konten
kosong, hati memberontak mencari makna, sementara pikiran candu pada dopamin
sesaat.
Al-Qur’an sudah memprediksi bahwa berpaling
dari Allah akan menghasilkan kehidupan yang sempit (QS. Thaha: 124). Psikologi
modern memperkuatnya dengan data neurosains tentang dopamin, overstimulasi, dan
kecanduan media sosial.
Solusi yang ditawarkan Rasulullah ﷺ bukan
sekadar ritual, tetapi resep kesehatan mental sejati: sholat fajar dan tahajud
menstabilkan dopamin, dzikir dan tilawah menenangkan emosi, tawakal mengurangi
anxiety, dan seluruh sunnah menuntun pada makna hidup yang lebih tinggi.
Akhirnya, kesehatan mental bukan hanya
tentang terapi dan obat-obatan, tapi tentang kembali kepada Allah. Doa
kita adalah sebagaimana doa Nabi:
“Ya Allah, jadikanlah kami hamba yang selalu
mengingat-Mu di kala sempit maupun lapang.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar