Menjaga Hati: Mengapa Ikhlas Adalah Kunci Diterimanya Amal
Pernahkah Anda merasa lelah setelah melakukan
banyak kebaikan, namun hati tetap terasa hampa? Atau mungkin, pernahkah
terbersit rasa kecewa ketika bantuan yang kita berikan tidak dihargai atau
bahkan dilupakan oleh orang lain?
Jika ya, mungkin ini saatnya kita menengok kembali
ke dalam hati. Bukan tentang apa yang sudah kita lakukan, melainkan untuk
siapa kita melakukannya.
Dalam Islam, amal yang banyak bukanlah satu-satunya
tolak ukur kesuksesan seorang hamba. Ada satu "ruh" yang harus hadir
dalam setiap gerakan ibadah dan kebaikan sosial kita. Ruh itu bernama Ikhlas.
Apa Itu
Ikhlas Sebenarnya?
Secara bahasa, ikhlas berarti murni, bersih, dan
tidak tercampur. Bayangkan segelas air putih yang jernih tanpa setetes pun
pewarna atau kotoran. Begitulah seharusnya niat kita.
Dalam konteks syariat, ikhlas adalah memurnikan
tujuan beramal semata-mata hanya untuk Allah SWT. Tidak tercampur oleh
keinginan dipuji manusia (riya’), ingin didengar orang lain (sum’ah),
atau mengharap imbalan duniawi semata.
"Sesungguhnya amal itu
tergantung pada niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang
ia niatkan." (HR. Bukhari & Muslim)
Keutamaan
Niat yang Murni (Ikhlas)
Mengapa ikhlas menjadi begitu vital? Berikut adalah
beberapa keutamaan luar biasa dari keikhlasan yang perlu kita renungkan:
1. Syarat
Mutlak Diterimanya Amal
Amal tanpa keikhlasan ibarat surat tanpa alamat; ia
tidak akan pernah sampai kepada tujuannya. Sebesar apa pun pengorbanan kita,
jika terselip niat ingin dianggap dermawan atau saleh, maka di hadapan Allah
nilainya menjadi debu yang beterbangan. Ikhlas adalah tiket agar amal kita
dicatat sebagai pahala.
2.
Memperberat Timbangan Amal
Seringkali kita meremehkan amal kecil. Padahal,
amal yang sederhana—seperti menyingkirkan duri dari jalan atau tersenyum
tulus—bisa bernilai sangat besar di sisi Allah jika dibungkus dengan keikhlasan
yang total. Sebaliknya, amal besar (seperti menyumbang miliaran rupiah) bisa
menjadi ringan tanpa bobot jika hatinya tidak lurus.
3. Hati
Menjadi Tenang dan Bebas Kecewa
Orang yang ikhlas adalah orang yang paling bahagia.
Mengapa? Karena ia tidak menggantungkan harapannya pada manusia.
- Jika dipuji, ia tidak terbang.
- Jika dicaci, ia tidak tumbang.
- Jika tidak berterima kasih, ia tidak sakit
hati. Fokusnya hanya satu: Ridha Allah. Ketika Allah sudah ridha,
validasi manusia menjadi tidak penting lagi.
4.
Benteng dari Godaan Setan
Dalam Al-Qur'an, Iblis bersumpah akan menyesatkan
seluruh manusia, kecuali satu golongan. Siapakah mereka?
"Kecuali hamba-hamba-Mu yang
mukhlis (ikhlas) di antara mereka." (QS. Al-Hijr: 40)
Keikhlasan adalah perisai terkuat yang membuat setan putus asa untuk menggoda
kita.
Tantangan
dalam Menjaga Ikhlas
Harus diakui, ikhlas itu sulit. Imam Sufyan
Ats-Tsauri pernah berkata: "Tidak ada sesuatu yang paling berat untuk
aku obati kecuali niatku, sebab ia senantiasa berubah-ubah."
Terkadang kita memulai shalat dengan ikhlas, namun
di tengah jalan muncul rasa ingin memperindah bacaan karena ada orang lain yang
mendengar. Ini adalah hal yang manusiawi, namun harus terus dilawan. Ikhlas
bukanlah hasil akhir yang statis, melainkan perjuangan seumur hidup.
Tips
Melatih Keikhlasan
Bagaimana agar kita bisa mulai menata hati? Berikut
beberapa langkah praktisnya:
1.
Sembunyikan Amal Kebaikan: Seperti
halnya kita pandai menyembunyikan aib dan dosa, cobalah untuk menyembunyikan
amal saleh (seperti sedekah sembunyi-sembunyi atau shalat malam).
2.
Lupakan Kebaikan yang Telah Lalu: Setelah
berbuat baik, lupakanlah. Anggaplah kita tidak pernah melakukannya agar tidak
muncul rasa ujub (bangga diri).
3.
Berdoa Memohon Hati yang Lurus: Mintalah
perlindungan kepada Allah dari syirik kecil (riya').
4.
Sadari Kelemahan Manusia: Mengapa
mengharap pujian manusia? Manusia itu lemah, pujiannya tidak menambah rezeki,
dan celaannya tidak mempercepat kematian. Hanya Allah yang Maha Kuasa.
Penutup
Sahabat, mari kita luruskan kembali niat kita hari
ini. Jangan biarkan lelah kita menjadi sia-sia hanya karena salah menempatkan
tujuan.
Ingatlah, Allah tidak melihat rupa dan harta kita,
tetapi Allah melihat hati dan amal kita. Semoga setiap peluh dan usaha kita
tercatat sebagai amal saleh yang kekal di sisi-Nya.
Wallahu a'lam bish-shawabi.