Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com

Kamis, 10 Juli 2025

Mengapa Ilmu Zaman Dulu Lebih Membekas?




“Dulu satu buku dibaca 100 kali, sekarang 100 buku hanya dibuka satu kali.”
Ungkapan ini bukan sekadar nostalgia, melainkan cermin bagaimana ilmu perlahan kehilangan kedalamannya. Bukan karena ilmunya berkurang, tapi karena cara kita menyerap dan memuliakannya yang mulai bergeser.

Di zaman dahulu, ilmu bukan untuk dikonsumsi cepat lalu dilupakan. Ia diresapi dalam-dalam, dihayati dalam laku, dan dilestarikan dalam akhlak. Ilmu bukan hanya untuk tahu, tetapi untuk menjadi.

 

1. Ilmu: Dari Informasi ke Transformasi

Di masa lalu, satu kitab bisa menjadi bekal seumur hidup. Ulama-ulama klasik seperti Imam Al-Ghazali, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, hingga Ibnu Khaldun, menekankan pentingnya ilmu yang mengubah jiwa bukan sekadar menumpuk hafalan.

Ibnu Qayyim berkata:

"Ilmu itu bukan yang dihafal, tetapi yang memberi manfaat."
(Miftah Dar as-Sa’adah, Jilid 1)

Ilmu sejati bukan diukur dari seberapa banyak yang diketahui, tetapi seberapa dalam ia membentuk pribadi.

 

2. Ilmu dan Adab: Dua Sayap Tak Terpisahkan

Dalam Islam, ilmu tidak pernah berdiri sendiri. Ia selalu berdampingan dengan adab.

Imam Syafi’i pernah berkata:

“Aku mengetuk pintu Imam Malik selama 9 tahun, bukan hanya untuk fiqih, tapi untuk menyerap adabnya.”

Imam Malik bahkan pernah menolak mengajar seorang murid cerdas karena buruk adabnya. Ini menunjukkan bahwa karakter lebih utama daripada kecerdasan.

 “Ilmu tanpa adab, ibarat pedang tanpa gagang  tajam, tapi melukai siapa saja, termasuk pemiliknya.”

 

3. Ketika Ilmu Dihilangkan dari Jiwa

Cendekiawan kontemporer Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas menyoroti krisis adab dalam pendidikan modern. Beliau menyatakan bahwa:

“Ilmu telah kehilangan orientasi spiritualnya karena sekularisasi.”

Ilmu tidak lagi diarahkan untuk mengenal Allah, tetapi semata-mata untuk mengejar status, prestise, dan kapital. Maka jangan heran bila hari ini banyak yang cerdas secara akademik, namun miskin empati dan kehilangan arah hidup.

 

4. Zaman Scroll: Tantangan di Era Distraksi

Kita hidup dalam masa di mana:

  • Satu menit belajar → 60 menit scroll
  • Sedikit informasi → fokus tinggi
  • Banjir informasi → pikiran tenggelam

Ilmu menjadi ringan. Mudah didapat, cepat dilupakan. Dulu, ilmu adalah perjuangan; kini, ia sering jadi konten viral. Padahal, seperti yang dikatakan Syaikh Muhammad al-Ghazali:

“Ilmu bukan untuk menjawab soal, tapi untuk menjawab hidup.”

 

5. Ilmu: Tanggung Jawab, Bukan Pameran

Ilmu bukan hanya tentang pencapaian. Ia adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.

Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin memperingatkan:

“Ilmu yang tidak diamalkan adalah hujjah atas dirinya di hari kiamat.”

Demikian pula Al-Farabi, Ibnu Sina, dan Ibn Khaldun—mereka belajar bukan untuk diri sendiri, tetapi untuk menjawab persoalan umat dan membangun peradaban.

 

6. Untuk Apa Anak-anak Belajar Hari Ini?

"Untuk apa anak-anak belajar hari ini?

Apa yang akan mereka bawa setelah lulus?"

Jika ilmu hanya bertahan sampai ujian, maka ia tidak akan pernah menemani anak-anak kita menjadi manusia seutuhnya.

7. Kembali ke Ilmu yang Berakar

Sudah saatnya kita kembali pada tradisi ilmu yang berakar dan bermakna. Ilmu yang tidak hanya dipindahkan dari buku ke otak, tetapi dari hati ke hati, dari guru ke murid, dari kehidupan ke kehidupan.

“Ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat.”
( Imam Malik)

Mari kita jaga ilmu dengan adab, tekuni dengan tanggung jawab, dan amalkan dengan kerendahan hati. Karena ilmu bukan hanya menerangi pikiran, tetapi juga meluruskan arah hidup.

Masalah zaman ini bukan pada hilangnya ilmu, tetapi lunturnya penghormatan kita terhadap ilmu. Bukan karena kita tidak punya kitab, tapi karena kita jarang duduk dengan ketundukan dan waktu untuk merenungkannya.

Ilmu tidak akan membekas bila ia tidak dimuliakan. Maka mari memuliakannya   seperti para ulama terdahulu yang menjadikan ilmu bukan hanya bekal, tapi juga warisan hidup yang mengalir dari zaman ke zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar