Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com

Senin, 28 Juli 2025




 Ketentraman Hati dan Jiwa: Anugerah Tertinggi di Dunia yang Fana

Di tengah hiruk pikuk dunia yang penuh ambisi, manusia sering kali melupakan satu nikmat yang nilainya jauh lebih agung dari segala tumpukan harta dan gelimang tahta: ketentraman hati dan jiwa. Ketenangan batin bukan sekadar suasana emosional sesaat, melainkan kondisi spiritual yang mendalam dan mengakar, buah dari iman dan ketakwaan yang tulus kepada Allah Ta’ala.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

"Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra’d: 28)

Ayat ini menjadi fondasi agung bahwa ketenteraman hakiki tidak lahir dari dunia luar, melainkan dari kedalaman hubungan dengan Sang Khalik. Dunia, dengan segala isinya, tidak mampu memberikan jaminan atas kedamaian batin jika hati jauh dari dzikrullah.

1. Dunia: Fana dan Menipu

Allah memperingatkan kita dalam Al-Qur’an bahwa dunia hanyalah permainan yang menipu:

"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?"
(QS. Al-An’am: 32)

Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, salah satu cabang utama dari Tazkiyatun Nafs (penyucian jiwa), ialah menyadari bahwa ketergantungan pada dunia adalah racun bagi hati. Dunia tidak dilarang untuk dimiliki, tetapi tidak boleh bersemayam di hati. Hati yang bersih adalah hati yang tidak bergantung pada dunia, melainkan hanya pada Allah semata.

 

2. Apa Arti Kemewahan Jika Jiwa Gelisah?

Berapa banyak orang yang memiliki rumah mewah, kendaraan mahal, dan jabatan tinggi, tetapi tak pernah bisa tidur nyenyak? Jiwa mereka kosong, hati mereka gelisah. Ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad :

"Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta, tetapi kekayaan (yang sejati) adalah kekayaan jiwa."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, dalam Madarij As-Salikin, menjelaskan bahwa jiwa yang tentram (nafsul muthmainnah) adalah kondisi tertinggi yang bisa dicapai manusia dalam kehidupan dunia, karena di sanalah letak rahmat Allah yang sesungguhnya. Jiwa yang demikian akan senantiasa tenang dalam suka dan duka, dalam kemiskinan maupun kekayaan, karena sandarannya bukan keadaan, tapi Tuhan semesta alam.

3. Hati yang Lapang: Surga di Dunia

Dalam kehidupan yang penuh tantangan, hanya mereka yang memiliki kelapangan hati yang mampu melewatinya dengan damai. Hati yang lapang bukan berarti bebas dari masalah, tetapi ia mampu menerima takdir Allah dengan sabar dan syukur.

Rasulullah bersabda:

"Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik. Jika mendapat kesenangan, dia bersyukur, itu baik baginya. Jika tertimpa musibah, dia bersabar, itu pun baik baginya."
(HR. Muslim)

Kelapangan hati adalah buah dari iman dan tawakal. Maka tak heran jika dalam Tazkiyatun Nafs, kelapangan hati disebut sebagai cahaya yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang bersih dari penyakit hati seperti iri, dendam, dan kesombongan.

4. Menyucikan Jiwa Menuju Ketentraman

Imam Al-Ghazali menyebut bahwa penyucian jiwa adalah jalan menuju Allah, sebagaimana yang tercermin dalam surah Asy-Syams:

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwanya, dan merugilah orang yang mengotorinya."
(QS. Asy-Syams: 9–10)

Proses tazkiyah tidak instan. Ia menuntut mujahadah (perjuangan batin), muraqabah (menjaga diri dalam pengawasan Allah), dan muhasabah (introspeksi diri). Dalam Tazkiyatun Nafs, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menggarisbawahi bahwa ketentraman datang ketika jiwa ridha terhadap takdir Allah, mencintai-Nya, dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya.

5. Dunia Berlalu, Ridha Allah Kekal

Ketika seseorang menyadari bahwa tujuan hidup bukanlah dunia, tetapi mencari ridha Allah, maka ia tidak lagi cemas dengan urusan dunia yang silih berganti. Ia menerima dunia apa adanya, dan fokus pada misi hidup yang lebih besar: menggapai ridha-Nya.

Sebagaimana doa yang diajarkan Nabi:

"Ya Allah, berilah aku ketakwaan pada diriku, dan sucikanlah jiwaku. Engkau adalah sebaik-baik yang menyucikannya. Engkau adalah pelindung dan penolongnya."
(HR. Muslim)

Doa ini mencerminkan bahwa ketentraman dan kebersihan jiwa bukan hasil usaha semata, tetapi anugerah dari Allah. Kita hanya bisa mengetuk pintu-Nya dengan ikhlas dan konsisten dalam ibadah, dzikir, serta menjauhi maksiat.

6. Ketakwaan: Kunci Ketentraman

"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menjadikan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka."
(QS. At-Talaq: 2–3)

Ketakwaan bukan hanya menjaga diri dari dosa, tapi juga menjaga hati agar tetap terhubung dengan Allah dalam setiap kondisi. Itulah sebabnya para ulama menekankan bahwa kebahagiaan tertinggi adalah hadirnya rasa cukup (qana’ah) dan ridha dalam hati.

Ibnu Qayyim menulis:

“Kebahagiaan dan ketentraman tidak akan pernah bisa diraih oleh hati yang dipenuhi dengan cinta dunia. Ketika hati mencintai Allah melebihi apapun, maka ia akan memperoleh kebahagiaan yang tidak bisa dibandingkan dengan kenikmatan dunia.”

7. Penutup: Menjaga Hati, Merawat Jiwa

Di zaman modern yang serba cepat, menjaga hati tetap tenang adalah perjuangan besar. Tapi inilah ladang amal yang utama. Kita tidak harus menghindari dunia, namun cukup menjadikannya sebagai kendaraan, bukan tujuan. Yang terpenting bukan apa yang kita genggam, tetapi apa yang menetap di dalam hati.

"Ya Allah, karuniakan kami hati yang lapang, jiwa yang tunduk dalam ketakwaan, karena ketentraman sejati hanya mampu memberi... Biarkan dunia berlalu sebagaimana adanya, selama hati dan jiwa dalam ridha-Mu semata."

Semoga kita menjadi hamba-hamba yang dimasukkan ke dalam golongan:

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku."
(QS. Al-Fajr: 27–30)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar