Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com

Selasa, 26 Agustus 2025



Rahasia Malam yang Membuat Awet Muda: Perspektif Kesehatan, Islam, dan Psikologi Islam

Banyak orang beranggapan bahwa rahasia awet muda hanya sebatas olahraga, pola makan sehat, atau penggunaan produk kecantikan. Padahal, Islam sudah sejak lama memberikan panduan hidup sehat yang mencakup aspek fisik, mental, dan spiritual. Malam hari, yang sering dianggap sebagai waktu untuk beristirahat semata, ternyata menyimpan rahasia besar bagi kesehatan tubuh dan ketenangan jiwa. Dalam Islam, malam bukan hanya tempat tidur, melainkan momentum untuk memperbaiki diri, memperkuat hubungan dengan Allah, serta memulihkan energi setelah seharian beraktivitas.

Artikel ini akan mengulas 5 kebiasaan malam yang dapat membuat tubuh terasa ringan, pikiran lebih segar, dan wajah berseri, dilihat dari sudut pandang kesehatan modern, psikologi Islam, dan thibbun nabawi.

1. Tidur Lebih Awal: Menyelaraskan Diri dengan Fitrah

Perspektif Kesehatan

Penelitian medis modern menunjukkan bahwa tidur sebelum pukul 11 malam memberi kesempatan bagi tubuh untuk memperbaiki sel-sel yang rusak, mengatur hormon, dan memperkuat sistem imun. Tidur yang cukup juga berhubungan erat dengan awet muda karena hormon melatonin dan hormon pertumbuhan (growth hormone) diproduksi lebih optimal saat tidur di awal malam.

Perspektif Islam

Islam menganjurkan tidur lebih awal setelah shalat Isya, sebagaimana riwayat dari Abu Barzah al-Aslami:

“Rasulullah ﷺ tidak menyukai tidur sebelum Isya dan tidak menyukai berbincang-bincang setelahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Anjuran ini selaras dengan prinsip kesehatan modern. Tidur lebih awal menjaga keseimbangan tubuh dan menghindarkan kita dari kebiasaan begadang yang merusak metabolisme.

Perspektif Psikologi Islam

Tidur awal membantu menjaga homeostasis jiwa. Dalam psikologi Islam, keseimbangan antara fisik, akal, dan ruh menjadi kunci kesehatan mental. Tidur yang cukup membuat pikiran jernih, emosi lebih stabil, dan ibadah malam (qiyamullail) lebih mudah dilakukan.

2. Mematikan Gadget 30 Menit Sebelum Tidur: Menenangkan Otak dan Hati

Perspektif Kesehatan

Cahaya biru (blue light) dari layar gadget dapat menghambat produksi melatonin, hormon pengatur tidur. Akibatnya, otak tetap aktif sehingga seseorang sulit tidur nyenyak. Para ahli kesehatan menyarankan untuk berhenti menggunakan gadget minimal 30 menit sebelum tidur agar kualitas tidur meningkat.

Perspektif Islam

Islam mengajarkan dzikir sebelum tidur, bukan larut dalam aktivitas sia-sia. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Apabila salah seorang dari kalian hendak tidur, hendaklah ia berbaring di sisi kanan lalu membaca doa...” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dzikir sebelum tidur adalah “gadget detox” alami. Ia menenangkan hati, melepaskan stres, dan menyiapkan jiwa untuk tidur yang lebih berkualitas.

Perspektif Psikologi Islam

Psikologi Islam menekankan pentingnya tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). Dengan mematikan gadget, seseorang belajar menenangkan diri dari distraksi dunia. Saat hati dipenuhi dzikir, otak masuk ke mode relaksasi yang mirip dengan meditasi dalam psikologi modern.

 

3. Minum Air Hangat: Sunnah Hidup Sehat

Perspektif Kesehatan

Minum air hangat sebelum tidur bermanfaat melancarkan peredaran darah, membantu pencernaan, serta menjaga kelembapan kulit. Dalam dunia medis, hidrasi yang baik sangat berhubungan dengan kesehatan kulit, metabolisme, dan pencegahan penuaan dini.

Perspektif Thibbun Nabawi

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Air adalah yang terbaik dari minuman.” (HR. Abu Daud)

Meski hadis ini bersifat umum, air memang menjadi elemen penting dalam menjaga kesehatan. Ibnul Qayyim dalam Zaad al-Ma’ad menekankan bahwa menjaga keseimbangan cairan tubuh adalah bagian dari kesehatan.

Perspektif Psikologi Islam

Minum air hangat sebelum tidur bisa dipandang sebagai bentuk mindful drinking. Dalam psikologi Islam, setiap aktivitas sehari-hari bisa menjadi ibadah bila disertai niat yang benar. Dengan meminum air sambil mengingat Allah, tubuh tenang dan hati pun lapang.

4. Peregangan Ringan: Mengusir Pegal dan Menyambut Tidur

Perspektif Kesehatan

Olahraga ringan atau peregangan sebelum tidur membantu otot-otot tubuh rileks setelah seharian beraktivitas. Hal ini dapat meningkatkan kualitas tidur, mengurangi ketegangan otot, serta memperbaiki postur tubuh.

Perspektif Islam

Rasulullah ﷺ menganjurkan agar tubuh dijaga keseimbangannya. Hadis riwayat Bukhari menyebutkan:

“Sesungguhnya tubuhmu memiliki hak atasmu.”

Gerakan ringan sebelum tidur bisa dianggap sebagai bentuk ihsan terhadap tubuh, yaitu menjaga amanah Allah berupa kesehatan fisik.

Perspektif Psikologi Islam

Psikologi Islam menekankan hubungan antara fisik dan jiwa. Ketika tubuh diregangkan, otot-otot yang tegang melepaskan stres. Efek ini selaras dengan relaxation therapy dalam psikologi modern, namun diperkuat dengan kesadaran spiritual dalam Islam.

5. Berdoa & Bersyukur: Menenangkan Pikiran dan Menyuburkan Jiwa

Perspektif Kesehatan

Riset psikologi modern menunjukkan bahwa orang yang bersyukur cenderung memiliki kualitas tidur lebih baik, tingkat stres lebih rendah, dan kesehatan mental lebih stabil.

Perspektif Islam

Rasulullah ﷺ menutup harinya dengan doa dan dzikir sebelum tidur. Di antara doa yang diajarkan:

“Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan dengan nama-Mu aku mati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bersyukur sebelum tidur berarti membersihkan hati dari keluh kesah. Hal ini membuat tidur lebih nyenyak, bangun lebih segar, dan wajah lebih bercahaya.

Perspektif Psikologi Islam

Psikologi Islam melihat syukur sebagai salah satu pilar kesehatan mental. Syukur menguatkan coping mechanism terhadap stres, meningkatkan kebahagiaan, dan menumbuhkan rasa cukup (qana’ah). Saat hati tenang, tidur pun menjadi ibadah yang menyehatkan.

 

Integrasi Islam, Kesehatan, dan Psikologi: Rahasia Awet Muda Sejati

Jika kita perhatikan, lima kebiasaan malam yang sederhana ini ternyata sejalan dengan prinsip Islam, penelitian kesehatan modern, dan psikologi Islam. Tidur lebih awal, menjauhi gadget, menjaga hidrasi, peregangan, dan doa adalah bentuk self care yang menyeluruh:

  • Fisik: tubuh sehat, metabolisme terjaga, wajah berseri.
  • Psikis: pikiran lebih segar, emosi stabil, stres menurun.
  • Spiritual: hati tenang, dekat dengan Allah, hidup penuh syukur.

Inilah rahasia awet muda yang sebenarnya, bukan hanya kulit yang kencang, tetapi jiwa yang damai dan raga yang sehat.

 

Penutup

Rahasia malam yang membuat awet muda setelah usia 40 tahun ternyata bukanlah sesuatu yang rumit. Islam sudah menuntun umatnya sejak 1400 tahun lalu untuk menjaga tidur, dzikir, syukur, dan menjaga tubuh. Psikologi Islam memperkuat bahwa kesehatan mental dan spiritual adalah kunci keseimbangan hidup.

Maka, mari kita jadikan malam bukan hanya waktu tidur, tetapi juga waktu penyucian jiwa, penyembuhan tubuh, dan penguatan iman. Sebagaimana firman Allah:

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Dengan demikian, malam bukan sekadar istirahat, tetapi jalan menuju awet muda, sehat lahir batin, dan bahagia dunia akhirat.

 



Hidup adalah Pilihanmu, Maka Jalani dengan Penuh Makna

Dalam setiap tarikan napas, kita selalu dihadapkan pada satu kenyataan besar: hidup adalah pilihan. Setiap langkah yang kita ambil hari ini, sekecil apa pun, adalah benang yang akan membentuk kain kehidupan kita di masa depan.

Ungkapan sederhana, “Life is what you make it, so make it well,” bukan sekadar kalimat motivasi, melainkan filosofi universal yang hidup dalam ajaran para bijak dari Timur hingga Barat, dari filsafat kuno hingga Al-Qur’an dan Hadis.

Kebijaksanaan dari Timur dan Barat

Filsafat Stoik yang digagas Seneca mengajarkan: “It is not what happens to you, but how you react to it that matters.” (Bukan apa yang terjadi padamu, tetapi bagaimana engkau bereaksi terhadapnya yang terpenting). Pesan ini mengajarkan bahwa kendali sejati ada dalam diri, bukan di luar kita.

Stephen R. Covey, penulis The 7 Habits of Highly Effective People, menegaskan pentingnya proaktivitas kebebasan memilih sikap dalam setiap keadaan. Menurutnya, kunci hidup efektif terletak pada kesadaran bahwa kita bukan makhluk reaktif, tetapi makhluk yang memiliki kehendak untuk memilih.

Di sisi lain, Napoleon Hill dalam Think and Grow Rich menekankan kekuatan tujuan (definiteness of purpose). Hidup tanpa arah jelas adalah pemborosan, sementara hidup dengan tujuan memberi kita energi dan fokus yang luar biasa.

Perspektif Islam: Ikhtiar, Takdir, dan Tanggung Jawab

Islam menegaskan bahwa manusia bukanlah sekadar wayang yang digerakkan takdir. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

Ayat ini adalah landasan utama bahwa pilihan, usaha, dan ikhtiar manusia menjadi penentu perubahan nasib.

Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Ikatlah untamu, kemudian bertawakallah.”
(HR. Tirmidzi)

Hadis ini menegaskan keseimbangan antara usaha maksimal (ikhtiar) dan kepasrahan (tawakal) kepada Allah. Umar bin Khattab RA pun menolak masuk ke kota yang terkena wabah dengan bijak, seraya berkata, “Kita lari dari takdir menuju takdir yang lain.” Sebuah contoh nyata bagaimana ikhtiar adalah bagian dari ketetapan Ilahi.

Para ulama juga menekankan pentingnya memilih jalan yang benar dalam hidup. Imam Al-Ghazali berkata:

“Hidup ini hanyalah perjalanan menuju akhirat. Maka barang siapa yang sadar, ia akan mempersiapkan bekalnya.”

Bagaimana Menjalani Hidup dengan Penuh Makna?

1. Bangun Kesadaran Diri (Muhasabah dan Refleksi)

Rumi pernah berkata, “Ketika kamu mulai berjalan di jalan, jalan itu akan muncul.” Refleksi diri adalah kompas agar tidak terseret arus dunia. Dalam Islam, muhasabah dianjurkan untuk menimbang setiap amal agar kita kembali kepada jalan yang benar.

2. Ambil Tanggung Jawab Penuh

Jangan biarkan hidup kita dikendalikan oleh masa lalu, orang lain, atau keadaan. Zig Ziglar, motivator Amerika, berkata: “You are the only person on earth who can use your ability.” Dalam Islam, konsep ini sejalan dengan taklif (beban tanggung jawab) bahwa setiap manusia bertanggung jawab atas amalnya sendiri.

3. Tentukan Tujuan yang Jelas

Dalam Islam, tujuan hidup tertinggi adalah mencari ridha Allah. Firman-Nya:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)

Di level praktis, tujuan ini bisa diwujudkan dengan menolong sesama, menuntut ilmu, beramal saleh, hingga membangun karya bermanfaat.

4. Jadikan Kesulitan sebagai Guru

Kahlil Gibran berkata: “Kesabaran adalah pohon yang akarnya pahit, tetapi buahnya manis.” Dalam Islam, sabar bukanlah pasrah, melainkan kekuatan menerima cobaan dan belajar darinya. Rasulullah SAW bersabda:

“Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Sesungguhnya segala urusannya adalah baik. Jika mendapat nikmat, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika tertimpa musibah, ia bersabar, maka itu baik baginya.”
(HR. Muslim)

5. Beri Makna pada Setiap Aksi

Dalam Islam ada konsep ihsan: berbuat sebaik-baiknya seolah-olah kita melihat Allah. Dengan ihsan, setiap pekerjaan bahkan yang sederhana berubah menjadi ibadah. Covey menyebut ini sebagai living with principle, sementara ulama menyebutnya amal saleh yang ikhlas.

Penutup: Hidup sebagai Kanvas, Kita adalah Senimannya

Hidup adalah kanvas kosong. Setiap hari Allah memberi kita kuas dan palet warna. Pertanyaannya bukan apakah kita akan melukis, tetapi bagaimana kita akan melukisnya. Apakah sekadar coretan tanpa makna, atau mahakarya penuh nilai yang diridhai Allah?

Jika para filsuf Barat mengajarkan self-mastery, maka Islam menyempurnakannya dengan orientasi akhirat. Hidup bukan sekadar menjadi produktif atau sukses di dunia, melainkan menjalani pilihan dengan penuh makna agar bernilai di hadapan Allah.

Maka, jalani hidupmu dengan kesadaran, tanggung jawab, tujuan, kesabaran, dan ihsan. Karena pada akhirnya, pilihanmu hari ini adalah warisan yang akan kau tinggalkan, baik untuk dunia maupun akhiratmu.

 

Senin, 25 Agustus 2025

  



Tindakan: Kunci Membuka Keajaiban dalam Hidup

Pernahkah Anda merasa terjebak dalam rutinitas, berharap sesuatu yang luar biasa akan terjadi, namun hari demi hari tetap sama saja? Banyak orang menginginkan perubahan, tetapi sedikit yang benar-benar bertindak untuk mewujudkannya. Ungkapan terkenal “No action, nothing happens. When you take action, miracles happen” adalah pengingat kuat bahwa kita tidak bisa hanya menunggu keajaiban datang. Keajaiban tidak muncul dari ruang hampa ia tercipta melalui keberanian kita untuk melangkah.

Berhenti Berharap, Mulai Bertindak

Dalam psikologi umum, ada istilah learned helplessness keadaan di mana seseorang terbiasa menyerah karena merasa tindakannya tidak akan mengubah apa pun. Padahal, sering kali yang menghalangi kesuksesan bukanlah kurangnya kemampuan, melainkan keengganan untuk mengambil langkah pertama.

Anthony Robbins, seorang motivator dunia, pernah mengatakan:

“The path to success is to take massive, determined action.”
(Jalan menuju kesuksesan adalah dengan mengambil tindakan yang masif dan penuh tekad.)

Sementara itu, Stephen R. Covey, penulis The 7 Habits of Highly Effective People, menekankan pentingnya proaktivitas. Menurutnya, orang yang proaktif tidak menunggu keadaan berubah, tetapi merekalah yang menggerakkan perubahan itu.

Dalam Islam, semangat ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra’d: 11)

Ayat ini menegaskan bahwa perubahan bukanlah hadiah instan, melainkan hasil dari ikhtiar dan tindakan nyata. Doa tanpa usaha adalah lumpuh, dan usaha tanpa doa adalah sombong. Keduanya harus berjalan beriringan.

Mengganti Angan dengan Aksi

Bayangkan seseorang ingin memulai bisnis. Ia memiliki ide brilian, rencana matang, dan semangat membara. Namun, jika ide itu hanya tersimpan di kepala, tidak ada pelanggan yang datang, tidak ada produk yang terjual, dan tidak ada keuntungan yang diraih. Ide yang tidak diiringi tindakan sama seperti benih yang tidak pernah ditanam ia tidak akan pernah tumbuh.

Zig Ziglar, motivator asal Amerika, menegaskan:

“You don’t have to be great to start, but you have to start to be great.”
(Anda tidak perlu menjadi hebat untuk memulai, tetapi Anda harus memulai untuk menjadi hebat.)

Dalam perspektif Islam, Rasulullah ﷺ pun mengajarkan pentingnya bertindak. Dalam sebuah hadits, beliau bersabda:

“Jika kiamat tiba sementara di tangan salah seorang di antara kalian ada bibit kurma, maka tanamlah bibit itu.”
(HR. Ahmad)

Hadits ini menggambarkan betapa mulianya sebuah tindakan, bahkan ketika peluang terlihat sempit. Tindakan kecil pun bisa bernilai besar di hadapan Allah.

Tindakan Membuka Pintu Kesempatan

Keajaiban yang dimaksud dalam ungkapan tadi bukanlah fenomena gaib yang turun tiba-tiba. Keajaiban adalah hasil luar biasa yang muncul dari rangkaian langkah konsisten. Saat Anda bertindak, Anda membuka pintu-pintu kesempatan:

  • Anda bertemu orang baru yang bisa menjadi mentor atau rekan bisnis.
  • Anda belajar dari setiap kegagalan dan kesuksesan.
  • Anda menemukan solusi yang tidak akan pernah terlihat jika hanya diam di tempat.

Brian Tracy, pakar pengembangan diri, berkata:

“Action is the foundational key to all success.”
(Tindakan adalah kunci dasar dari semua kesuksesan.)

Dalam Islam, momentum tindakan juga sangat dijaga. Nabi ﷺ mengingatkan dalam hadits riwayat Bukhari:
“Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah amal yang terus-menerus meskipun sedikit.”

Ini berarti konsistensi dalam bertindak jauh lebih penting daripada tindakan besar yang hanya sekali dilakukan. Setiap langkah kecil adalah investasi menuju hasil besar.

Psikologi Tindakan: Dari Niat ke Realisasi

Psikologi modern menjelaskan bahwa tindakan menciptakan momentum. Semakin banyak langkah kecil yang kita lakukan, semakin besar kemungkinan kita untuk terus bergerak maju.

Hal ini selaras dengan konsep kaizen dari Jepang—perbaikan terus-menerus lewat langkah kecil. Sementara dalam Islam, hal ini dekat dengan konsep istiqamah—teguh dan konsisten dalam kebaikan.

Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin juga menekankan pentingnya amal nyata sebagai bukti keimanan. Baginya, iman bukan sekadar ucapan di lisan, melainkan keyakinan yang diwujudkan dalam perbuatan.

Tindakan Melawan Ketakutan dan Keraguan

Salah satu alasan utama orang enggan bertindak adalah rasa takut: takut gagal, takut ditolak, atau takut tidak cukup baik. Padahal, dalam psikologi dikenal istilah exposure therapy semakin kita menghadapi sesuatu yang kita takuti, semakin berkurang rasa takut itu.

Dalam Islam, rasa takut dan ragu dihadapi dengan tawakal. Allah berfirman:

“Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).”
(QS. At-Talaq: 3)

Artinya, setelah berusaha maksimal, kita serahkan hasilnya kepada Allah. Dengan begitu, ketakutan berkurang, karena kita sadar kendali tertinggi ada di tangan-Nya.

Langkah Praktis untuk Memulai Tindakan

1.     Tetapkan niat yang jelas. Dalam Islam, setiap amal tergantung pada niatnya (HR. Bukhari-Muslim). Niat adalah bahan bakar tindakan.

2.     Mulai dari yang kecil. Jangan menunggu keadaan sempurna. Satu langkah kecil lebih baik daripada seribu rencana tanpa aksi.

3.     Konsisten. Lebih baik sedikit tetapi rutin, daripada besar namun berhenti di tengah jalan.

4.     Evaluasi dan belajar. Setiap kegagalan adalah guru berharga.

5.     Bertawakal. Setelah berusaha, serahkan hasilnya pada Allah.

Penutup: Jadilah Agen Keajaiban

Keajaiban tidak terjadi pada mereka yang pasif. Ia hadir bagi mereka yang berani bertindak, berjuang, dan terus melangkah. Ingatlah, doa tanpa usaha adalah kelemahan, dan usaha tanpa doa adalah kesombongan.

Jika Anda ingin perubahan, jangan menunggu. Jadilah agen perubahan itu. Ambil satu langkah kecil hari ini—mendaftar kursus, menulis satu halaman, atau menghubungi calon rekan bisnis. Karena hanya ketika Anda mengambil tindakan, barulah keajaiban benar-benar dapat terjadi.

Seperti kata Rumi, penyair sufi besar:

“As you start to walk on the way, the way appears.”
(Saat engkau mulai berjalan di jalan itu, jalan akan tampak.)

Maka, jangan biarkan hidup berlalu tanpa langkah. Mulailah hari ini, karena tindakan Anda adalah kunci dari setiap keajaiban yang Anda impikan.

 

Jumat, 22 Agustus 2025



 Al-Qur’an dan Kesehatan Mental: Menemukan Kedamaian di Tengah Badai Doomscrolling

Sebelum ilmu psikologi modern lahir, Al-Qur’an sudah memberikan isyarat tentang faktor-faktor yang dapat merusak kesehatan mental manusia. Manusia bukan hanya makhluk biologis yang membutuhkan stimulasi kimia otak untuk bahagia, melainkan makhluk spiritual yang hakikatnya diciptakan untuk berhubungan dengan Allah, kebenaran, dan makna.

Fenomena doomscrolling yaitu kebiasaan terus-menerus menelusuri media sosial atau berita negatif tanpa henti  kini menjadi salah satu penyebab utama meningkatnya angka anxiety (kecemasan), burnout (kelelahan mental dan emosional), overthinking (berpikir berlebihan), hingga existential vacuum (kekosongan makna hidup). Psikologi modern mengaitkan hal ini dengan kecanduan dopamin sesaat dari media sosial, sedangkan psikologi Islam menyebutnya sebagai bentuk kebutaan spiritual.

Artikel ini akan membahas bagaimana Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah ﷺ memberikan solusi konkret bagi kesehatan mental, dilengkapi dengan penjelasan dari perspektif psikologi modern.

1. Doomscrolling dan Krisis Mental Modern

Doomscrolling adalah aktivitas terjebak dalam arus konten digital tanpa henti, meskipun konten tersebut seringkali negatif, dangkal, atau tidak bermakna. Fenomena ini menimbulkan efek psikologis serius:

  • Anxiety dan depresi: riset neurosains menunjukkan bahwa terlalu sering terpapar konten negatif meningkatkan hormon kortisol (hormon stres).
  • Burnout dan kehilangan fokus: banjir informasi membuat otak kelelahan, sehingga sulit untuk mendalami hal-hal bermakna.
  • Existential vacuum: Viktor Frankl, tokoh psikologi eksistensial, menyebut kekosongan makna hidup ini sebagai penyebab utama krisis mental modern.

Al-Qur’an jauh sebelumnya sudah menyinggung hal ini. Allah berfirman:

"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta."
(QS. Thaha: 124)

Ayat ini menggambarkan bahwa orang yang terlalu sibuk dengan dunia, namun lalai dari Al-Qur’an dan zikir, akan mengalami hidup yang “sempit”  sebuah istilah yang relevan dengan krisis mental modern: kecemasan, stres, dan kekosongan.

 

2. Dampak Neuropsikologi Media Sosial

Psikologi modern menyoroti peran dopamin, neurotransmitter yang memicu rasa senang. Aktivitas media sosial (like, komentar, notifikasi) memicu lonjakan dopamin. Namun, dopamin yang tinggi secara instan justru:

  1. Menurunkan motivasi jangka panjang
    Penelitian menunjukkan lonjakan dopamin sesaat membuat otak “malas” mencari kebahagiaan dari aktivitas yang bermakna (seperti ibadah atau membaca).
  2. Memicu kecanduan dan anxiety
    Konten yang terus berganti cepat membuat otak sulit fokus, sehingga menurunkan ketenangan batin.
  3. Meningkatkan depresi
    Perbandingan sosial (social comparison) dari media membuat banyak orang merasa hidupnya tidak cukup, yang memperparah gejala depresi.

Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah ﷺ:

“Janganlah kalian banyak tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati.”
(HR. Ibnu Majah no. 4193)

Meski hadis ini berbicara tentang tawa berlebihan, maknanya relevan: kesenangan sesaat yang berlebihan (termasuk hiburan kosong dari media sosial) membuat hati mati  tidak lagi peka terhadap makna dan ketenangan spiritual.

 

3. Spiritualitas Sebagai Antidepresan Alami

Islam menekankan bahwa kesehatan mental sejati tidak bisa dipisahkan dari koneksi spiritual kepada Allah.

a. Sholat Fajar dan Tahajud

Sholat fajar dan tahajud memiliki efek menstabilkan emosi. Allah berfirman:

“Dan pada sebagian malam hari, lakukanlah salat tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”
(QS. Al-Isra’: 79)

Riset menunjukkan bahwa sholat malam dapat menurunkan hormon kortisol (stres) dan meningkatkan keseimbangan dopamin. Dengan kata lain, tahajud adalah terapi alami untuk mengatasi burnout dan anxiety.

b. Dzikir dan Tilawah Al-Qur’an

Allah berfirman:

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra’d: 28)

Dzikir dan tilawah memberi ketenangan yang tidak diberikan oleh konten digital. Neurosains membuktikan bahwa meditasi spiritual (termasuk dzikir) meningkatkan gelombang alfa di otak, yang berkaitan dengan relaksasi dan fokus.

c. Tawakal sebagai Terapi Anxiety

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberi rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberi rezeki kepada burung: ia pergi di pagi hari dengan perut kosong, lalu pulang sore hari dengan perut kenyang.”
(HR. Tirmidzi no. 2344)

Tawakal mengajarkan pelepasan beban berlebihan yang seringkali menjadi sumber overthinking. Secara psikologis, tawakal mirip dengan konsep acceptance dalam terapi modern — menerima hal-hal yang di luar kendali kita.

4. Integrasi Psikologi Islam dan Psikologi Modern

Psikologi modern berfokus pada aspek biologis dan kognitif, sedangkan psikologi Islam menambahkan aspek spiritual. Integrasi keduanya melahirkan pendekatan yang lebih utuh:

  • Psikologi modern: menjelaskan bahwa doomscrolling menyebabkan overstimulasi dopamin, menurunkan motivasi, dan meningkatkan anxiety.
  • Psikologi Islam: menjelaskan bahwa lalai dari dzikir dan Al-Qur’an menyebabkan hati sempit, sebagaimana disebut dalam QS. Thaha: 124.

Dengan menggabungkan keduanya, kita memahami bahwa krisis mental modern bukan hanya masalah otak, tapi juga masalah hati.

5. Solusi Praktis: Sunnah Sebagai Resep Kesehatan Mental

Rasulullah ﷺ telah memberikan resep yang sejalan dengan ilmu psikologi modern:

  1. Mengurangi stimulasi berlebihan → Sunnah mengajarkan tidak berlebihan dalam dunia, termasuk membatasi interaksi yang sia-sia.
  2. Meningkatkan koneksi spiritual → Sholat fajar, tahajud, dzikir, dan tilawah.
  3. Menemukan makna → Viktor Frankl menekankan bahwa manusia bertahan hidup karena makna. Islam sudah lama mengajarkan tujuan hidup:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)

 Kesimpulan

Doomscrolling hanyalah salah satu wajah modern dari lalai terhadap Allah. Ketika jiwa kita terus dijejali konten kosong, hati memberontak mencari makna, sementara pikiran candu pada dopamin sesaat.

Al-Qur’an sudah memprediksi bahwa berpaling dari Allah akan menghasilkan kehidupan yang sempit (QS. Thaha: 124). Psikologi modern memperkuatnya dengan data neurosains tentang dopamin, overstimulasi, dan kecanduan media sosial.

Solusi yang ditawarkan Rasulullah ﷺ bukan sekadar ritual, tetapi resep kesehatan mental sejati: sholat fajar dan tahajud menstabilkan dopamin, dzikir dan tilawah menenangkan emosi, tawakal mengurangi anxiety, dan seluruh sunnah menuntun pada makna hidup yang lebih tinggi.

Akhirnya, kesehatan mental bukan hanya tentang terapi dan obat-obatan, tapi tentang kembali kepada Allah. Doa kita adalah sebagaimana doa Nabi:

“Ya Allah, jadikanlah kami hamba yang selalu mengingat-Mu di kala sempit maupun lapang.”

 

Senin, 11 Agustus 2025



Ilmu: Warisan yang Abadi, Harta: Titipan yang Fana

Dalam kehidupan, manusia sering mengejar tiga hal: kegembiraan, kemuliaan, dan ketenaran. Namun, sumber dari ketiga hal itu menentukan apakah ia akan kekal atau sirna. Jika bersumber dari ilmu, maka ia akan abadi. Tetapi jika bersumber dari harta, maka ia hanya sementara.

Kegembiraan karena ilmu tidak akan pernah pudar, karena ilmu adalah cahaya yang menerangi hati dan pikiran. Imam Asy-Syafi’i berkata:

"Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat."

Ketika kita memahami sesuatu, mengajarkannya, dan bermanfaat bagi orang lain, kegembiraan itu akan terus hidup meski tubuh kita telah tiada. Setiap orang yang mendapat manfaat dari ilmu kita adalah rantai pahala yang tak terputus, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

"Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya."
(HR. Muslim)

Kemuliaan karena ilmu akan lestari. Harta dapat membuat seseorang dihormati, tetapi seringkali hormat itu bersifat basa-basi. Sementara kemuliaan dari ilmu lahir dari pengakuan tulus atas manfaat yang ia berikan kepada umat. Lihatlah nama-nama ulama besar Imam Bukhari, Imam Nawawi, Ibnu Sina kemuliaan mereka bertahan ratusan tahun, bukan karena kekayaan, tetapi karena ilmu yang mereka wariskan.

Ketenaran karena ilmu akan kekal. Ketenaran karena harta biasanya memudar seiring berkurangnya harta itu sendiri. Tetapi ketenaran karena ilmu akan terus disebut, dikaji, dan menjadi rujukan lintas zaman.

 

Kegembiraan karena Ilmu: Cahaya yang Tak Pernah Padam

Kegembiraan yang lahir dari ilmu jauh melampaui euforia sesaat yang ditawarkan oleh harta. Membeli barang baru mungkin membuat kita bahagia, tetapi perasaan itu cepat memudar. Sebaliknya, saat kita memahami sebuah konsep yang rumit, menemukan solusi untuk sebuah masalah, atau mengajarkan sesuatu yang bermanfaat kepada orang lain, ada rasa kepuasan yang mendalam dan abadi. Ini adalah kegembiraan yang berasal dari kebermanfaatan.

Imam Asy-Syafi’i pernah berkata, "Ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat." Kutipan ini mengingatkan kita bahwa ilmu bukan sekadar akumulasi fakta, tetapi sebuah pencerahan spiritual. Ia adalah cahaya yang menuntun hati dan pikiran, menghindarkan kita dari kegelapan kebodohan dan maksiat. Saat ilmu itu kita bagikan dan bermanfaat bagi orang lain, ia akan terus hidup bahkan setelah kita tiada.

Sesuai sabda Nabi ﷺ, "Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya." (HR. Muslim). Ilmu yang bermanfaat adalah salah satu dari tiga amalan yang pahalanya terus mengalir. Setiap orang yang mendapat manfaat dari ilmu kita, setiap gagasan yang tumbuh darinya, adalah rantai pahala yang tak terputus.

 

Kemuliaan yang Lestari: Pengakuan Tulus, Bukan Basa-Basi

Kemuliaan yang bersumber dari harta seringkali hanyalah topeng. Orang-orang menghormati si kaya karena kekayaannya, bukan karena karakternya. Hormat ini bersifat transaksional dan akan hilang begitu harta itu habis. Ini adalah kemuliaan yang rapuh, mudah hancur oleh keangkuhan dan kesombongan.

Lain halnya dengan kemuliaan yang lahir dari ilmu. Kemuliaan ini berasal dari pengakuan tulus atas manfaat yang diberikan oleh seorang berilmu kepada umat. Kita mengenang nama-nama besar seperti Imam Bukhari, Imam Nawawi, dan Ibnu Sina—bukan karena kekayaan mereka, melainkan karena warisan ilmu yang mereka tinggalkan. Karya-karya mereka, yang ditulis ratusan tahun lalu, masih dipelajari dan menjadi rujukan hingga kini. Kemuliaan mereka abadi karena ilmu mereka memberikan kontribusi nyata bagi peradaban.

 

 

Harta: Titipan yang Penuh Tanggung Jawab

Tentu, tidak ada yang salah dengan memiliki harta. Dalam Islam, harta yang diperoleh secara halal dan dikelola dengan bijak dapat menjadi jalan menuju surga. Namun, pandangan kita terhadap harta haruslah tepat: ia adalah titipan dari Allah.

Allah mengingatkan kita dalam Al-Qur'an, "Janganlah sekali-kali kamu kagum pada harta dan anak-anak mereka. Sesungguhnya Allah bermaksud dengan itu hendak menyiksa mereka dalam kehidupan dunia dan agar nyawa mereka melayang, sedangkan mereka dalam keadaan kafir." (QS. At-Taubah: 55). Ayat ini memperingatkan kita bahwa keterikatan yang berlebihan pada harta dapat menjadi sumber kesengsaraan. Mencintai harta secara membabi buta akan membuat kita lalai, serakah, dan takut kehilangannya, yang pada akhirnya membawa azab di dunia dan akhirat.

Kegembiraan yang cepat sirna, kemuliaan yang rapuh, dan ketenaran yang memudar adalah konsekuensi dari menjadikan harta sebagai tujuan utama. Sementara orang kaya yang dielu-elukan hari ini mungkin namanya dilupakan esok, orang berilmu akan terus dikenang dan disebut sepanjang masa.

Jadikan Harta Sebagai Pelayan Ilmu

Perkataan Imam Ali bin Abi Thalib merangkum esensi perbandingan ini dengan sempurna: "Ilmu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjagamu, sedangkan engkau yang harus menjaga harta. Ilmu bertambah jika diamalkan, sedangkan harta akan berkurang jika dibelanjakan."

Maka, sudah saatnya kita mengubah fokus. Kejar dan peliharalah ilmu. Jadikan harta sebagai pelayan ilmu, bukan tuannya. Gunakan harta untuk mendukung pencarian dan penyebaran ilmu. Dengan demikian, harta yang fana dapat menjadi wasilah untuk meraih ilmu yang abadi. Karena pada akhirnya, yang kita bawa mati bukanlah tumpukan kekayaan, melainkan amal dan warisan ilmu yang kita tinggalkan.