Memperdalam Peran Al-Qur'an
dalam Menghadapi Era Kecerdasan Buatan (AI)
Di era modern yang bergerak
dengan kecepatan luar biasa, perkembangan teknologi, khususnya Artificial
Intelligence (AI), telah mengubah hampir semua aspek kehidupan manusia. AI
hadir di balik sistem rekomendasi media sosial, diagnosa medis otomatis, hingga
kendaraan tanpa pengemudi. Sebagian memandang AI sebagai peluang emas, namun
sebagian lagi khawatir akan risiko yang dibawanya mulai dari hilangnya lapangan
kerja, berkurangnya privasi, hingga potensi pelanggaran etika.
Bagi umat Islam, panduan
utama dalam menghadapi perubahan besar ini adalah Al-Qur’an, kalamullah yang
relevansinya tak pernah pudar oleh zaman. Nilai-nilai Al-Qur’an menjadi kompas
moral agar kita mampu mengendalikan teknologi dan bukan menjadi korban dari
teknologi itu sendiri.
1. Al-Qur'an sebagai Pilar
Etika dan Keadilan dalam Algoritma
AI bekerja dengan mengolah
data dan menjalankan algoritma. Namun, jika data tersebut bias misalnya lebih
banyak memihak kelompok tertentu maka hasilnya pun akan bias, melahirkan
diskriminasi yang sistematis. Hal ini sudah terbukti dalam beberapa studi, di
mana AI perekrutan kerja cenderung menolak kandidat perempuan untuk posisi
teknis karena data historis perusahaan didominasi laki-laki.
Al-Qur’an memberikan arahan
tegas mengenai keadilan dalam QS. Al-Ma’idah:8:
"Wahai
orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu
terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah,
karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah;
sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Menurut Imam Al-Qurthubi,
keadilan dalam ayat ini bersifat universal, mencakup segala bentuk interaksi
manusia, termasuk dalam pengambilan keputusan berbasis teknologi. Artinya,
seorang data scientist Muslim atau pengambil kebijakan teknologi wajib
menimbang faktor keadilan saat merancang algoritma, sehingga AI tidak menjadi
alat penindas, melainkan penguat keadilan sosial.
Contoh penerapan:
- Menggunakan dataset yang beragam agar
AI tidak bias pada ras, agama, atau gender.
- Membuat audit algoritma berkala untuk
memastikan hasil keputusan AI konsisten dengan prinsip keadilan.
2. Mengendalikan Teknologi,
Bukan Dikendalikan Teknologi
Allah SWT telah menetapkan
manusia sebagai khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah:30). Posisi ini
menuntut kita mengelola segala sumber daya dan ciptaan, termasuk inovasi
teknologi, dengan penuh tanggung jawab.
"Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'”
Sebagai khalifah, manusia
adalah pengambil keputusan moral terakhir. AI tidak memiliki nurani atau
kesadaran moral—ia hanya mengeksekusi perintah berdasarkan data dan algoritma.
Jika AI dibiarkan mengambil keputusan kritis tanpa kendali manusia, risiko
kesalahan fatal akan meningkat, seperti misidentification dalam sistem
keamanan atau kesalahan diagnosis medis.
Pandangan ini sejalan
dengan pendapat Prof. Mustafa Abu Sway (Universitas Al-Quds), yang menegaskan
bahwa AI harus tetap menjadi servant, bukan master.
Contoh
penerapan:
- AI di rumah sakit
hanya memberi rekomendasi diagnosa, sementara keputusan akhir tetap di
tangan dokter.
- Sistem senjata
otomatis harus disertai kontrol manual penuh untuk mencegah pelanggaran
kemanusiaan.
3. Keseimbangan Spiritual
sebagai Penyeimbang Kemajuan Material
Kemajuan teknologi tanpa
kontrol spiritual berisiko menyeret manusia ke dalam materialisme, hedonisme,
dan ketergantungan teknologi. Al-Qur’an menawarkan solusi dalam QS.
Ar-Ra’d:28:
"Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
Menurut Ibnu Katsir,
ketenteraman hati yang dimaksud mencakup perlindungan dari kecemasan masa depan
dan kegelisahan dunia. Dalam konteks AI, ketenteraman ini penting ketika kita
menghadapi ketidakpastian, seperti pekerjaan yang tergantikan mesin atau ketergantungan
berlebihan pada gawai.
Prinsipnya: Teknologi hanyalah alat; kedamaian hakiki tidak datang dari kemudahan
material, tetapi dari kedekatan dengan Allah.
Contoh
penerapan:
- Menetapkan digital
fasting (puasa teknologi) untuk menjaga kesehatan mental.
- Memanfaatkan AI untuk
memperdalam ilmu agama, misalnya aplikasi tafsir interaktif atau AI-based
Quran learning tools.
4. Menuju Masa Depan yang
Berakhlak Mulia bersama AI
Al-Qur’an mengajarkan
prinsip rahmatan lil ‘alamin—kasih sayang untuk seluruh alam. Dalam
konteks AI, ini berarti teknologi harus diarahkan untuk kemaslahatan, bukan
kerusakan.
"Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan." (QS. Al-Ma’idah:2)
Penerapan AI berbasis nilai Qur’ani:
- Pendidikan →
AI dapat menciptakan sistem pembelajaran adaptif yang membantu anak-anak
di daerah terpencil mengakses pendidikan berkualitas.
- Kesehatan →
AI dapat mendiagnosis penyakit lebih cepat sehingga pengobatan lebih
efektif, bahkan di daerah minim tenaga medis.
- Ekonomi berkeadilan → AI dapat membantu UMKM mengakses pasar
global secara setara melalui e-commerce intelligence.
5. Pentingnya Literasi AI
bagi Umat Islam
Nilai Qur’ani akan sulit diwujudkan jika umat
Islam gagap teknologi. Oleh karena itu, literasi AI menjadi fardhu
kifayah—wajib dipelajari oleh sebagian umat untuk kemaslahatan bersama.
Rasulullah SAW bersabda:
"Barangsiapa yang menguasai jalan menuju
suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang
mengamalkannya." (HR. Muslim)
Memahami AI adalah bagian dari iqra’
modern—membaca dan memahami fenomena zaman.
Kesimpulan
Al-Qur’an bukan hanya kitab
petunjuk spiritual, tetapi juga panduan etika universal yang relevan menghadapi
tantangan zaman, termasuk revolusi AI. Dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai
pedoman, umat Islam dapat:
- Menjamin keadilan
dalam pengembangan dan penerapan AI.
- Menjaga posisi manusia
sebagai khalifah yang mengendalikan teknologi.
- Menyeimbangkan
kemajuan material dengan kekuatan spiritual.
- Membangun masa depan
AI yang rahmatan lil ‘alamin.
Dengan bekal iman, ilmu,
dan adab, kita tidak hanya siap menghadapi era AI, tetapi juga mampu
memanfaatkannya untuk membangun peradaban yang berakhlak mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar