Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com

Kamis, 03 Oktober 2024



Memperdalam Peran Al-Qur'an dalam Menghadapi Era Kecerdasan Buatan (AI)

Di era modern yang bergerak dengan kecepatan luar biasa, perkembangan teknologi, khususnya Artificial Intelligence (AI), telah mengubah hampir semua aspek kehidupan manusia. AI hadir di balik sistem rekomendasi media sosial, diagnosa medis otomatis, hingga kendaraan tanpa pengemudi. Sebagian memandang AI sebagai peluang emas, namun sebagian lagi khawatir akan risiko yang dibawanya mulai dari hilangnya lapangan kerja, berkurangnya privasi, hingga potensi pelanggaran etika.

Bagi umat Islam, panduan utama dalam menghadapi perubahan besar ini adalah Al-Qur’an, kalamullah yang relevansinya tak pernah pudar oleh zaman. Nilai-nilai Al-Qur’an menjadi kompas moral agar kita mampu mengendalikan teknologi dan bukan menjadi korban dari teknologi itu sendiri.

 

1. Al-Qur'an sebagai Pilar Etika dan Keadilan dalam Algoritma

AI bekerja dengan mengolah data dan menjalankan algoritma. Namun, jika data tersebut bias misalnya lebih banyak memihak kelompok tertentu maka hasilnya pun akan bias, melahirkan diskriminasi yang sistematis. Hal ini sudah terbukti dalam beberapa studi, di mana AI perekrutan kerja cenderung menolak kandidat perempuan untuk posisi teknis karena data historis perusahaan didominasi laki-laki.

Al-Qur’an memberikan arahan tegas mengenai keadilan dalam QS. Al-Ma’idah:8:

"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah; sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

Menurut Imam Al-Qurthubi, keadilan dalam ayat ini bersifat universal, mencakup segala bentuk interaksi manusia, termasuk dalam pengambilan keputusan berbasis teknologi. Artinya, seorang data scientist Muslim atau pengambil kebijakan teknologi wajib menimbang faktor keadilan saat merancang algoritma, sehingga AI tidak menjadi alat penindas, melainkan penguat keadilan sosial.

Contoh penerapan:

  • Menggunakan dataset yang beragam agar AI tidak bias pada ras, agama, atau gender.
  • Membuat audit algoritma berkala untuk memastikan hasil keputusan AI konsisten dengan prinsip keadilan.

 

2. Mengendalikan Teknologi, Bukan Dikendalikan Teknologi

Allah SWT telah menetapkan manusia sebagai khalifah di bumi (QS. Al-Baqarah:30). Posisi ini menuntut kita mengelola segala sumber daya dan ciptaan, termasuk inovasi teknologi, dengan penuh tanggung jawab.

"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'”

Sebagai khalifah, manusia adalah pengambil keputusan moral terakhir. AI tidak memiliki nurani atau kesadaran moral—ia hanya mengeksekusi perintah berdasarkan data dan algoritma. Jika AI dibiarkan mengambil keputusan kritis tanpa kendali manusia, risiko kesalahan fatal akan meningkat, seperti misidentification dalam sistem keamanan atau kesalahan diagnosis medis.

Pandangan ini sejalan dengan pendapat Prof. Mustafa Abu Sway (Universitas Al-Quds), yang menegaskan bahwa AI harus tetap menjadi servant, bukan master.

Contoh penerapan:

  • AI di rumah sakit hanya memberi rekomendasi diagnosa, sementara keputusan akhir tetap di tangan dokter.
  • Sistem senjata otomatis harus disertai kontrol manual penuh untuk mencegah pelanggaran kemanusiaan.

 

3. Keseimbangan Spiritual sebagai Penyeimbang Kemajuan Material

Kemajuan teknologi tanpa kontrol spiritual berisiko menyeret manusia ke dalam materialisme, hedonisme, dan ketergantungan teknologi. Al-Qur’an menawarkan solusi dalam QS. Ar-Ra’d:28:

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."

Menurut Ibnu Katsir, ketenteraman hati yang dimaksud mencakup perlindungan dari kecemasan masa depan dan kegelisahan dunia. Dalam konteks AI, ketenteraman ini penting ketika kita menghadapi ketidakpastian, seperti pekerjaan yang tergantikan mesin atau ketergantungan berlebihan pada gawai.

Prinsipnya: Teknologi hanyalah alat; kedamaian hakiki tidak datang dari kemudahan material, tetapi dari kedekatan dengan Allah.

Contoh penerapan:

  • Menetapkan digital fasting (puasa teknologi) untuk menjaga kesehatan mental.
  • Memanfaatkan AI untuk memperdalam ilmu agama, misalnya aplikasi tafsir interaktif atau AI-based Quran learning tools.

 

4. Menuju Masa Depan yang Berakhlak Mulia bersama AI

Al-Qur’an mengajarkan prinsip rahmatan lil ‘alamin—kasih sayang untuk seluruh alam. Dalam konteks AI, ini berarti teknologi harus diarahkan untuk kemaslahatan, bukan kerusakan.

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan." (QS. Al-Ma’idah:2)

Penerapan AI berbasis nilai Qur’ani:

  1. Pendidikan → AI dapat menciptakan sistem pembelajaran adaptif yang membantu anak-anak di daerah terpencil mengakses pendidikan berkualitas.
  2. Kesehatan → AI dapat mendiagnosis penyakit lebih cepat sehingga pengobatan lebih efektif, bahkan di daerah minim tenaga medis.
  3. Ekonomi berkeadilan → AI dapat membantu UMKM mengakses pasar global secara setara melalui e-commerce intelligence.

 

5. Pentingnya Literasi AI bagi Umat Islam

Nilai Qur’ani akan sulit diwujudkan jika umat Islam gagap teknologi. Oleh karena itu, literasi AI menjadi fardhu kifayah—wajib dipelajari oleh sebagian umat untuk kemaslahatan bersama. Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa yang menguasai jalan menuju suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang mengamalkannya." (HR. Muslim)

Memahami AI adalah bagian dari iqra’ modern—membaca dan memahami fenomena zaman.

 

Kesimpulan

Al-Qur’an bukan hanya kitab petunjuk spiritual, tetapi juga panduan etika universal yang relevan menghadapi tantangan zaman, termasuk revolusi AI. Dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, umat Islam dapat:

  • Menjamin keadilan dalam pengembangan dan penerapan AI.
  • Menjaga posisi manusia sebagai khalifah yang mengendalikan teknologi.
  • Menyeimbangkan kemajuan material dengan kekuatan spiritual.
  • Membangun masa depan AI yang rahmatan lil ‘alamin.

Dengan bekal iman, ilmu, dan adab, kita tidak hanya siap menghadapi era AI, tetapi juga mampu memanfaatkannya untuk membangun peradaban yang berakhlak mulia.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar