Di era
digital ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan.
Meski menawarkan kemudahan dalam berkomunikasi dan berbagi informasi,
penggunaan media sosial yang berlebihan, terutama tanpa tujuan yang jelas,
membawa dampak negatif bagi kesehatan mental dan otak. Aktivitas seperti
scrolling tanpa henti dapat memicu kecanduan dopamin—zat kimia otak yang
memberikan rasa senang. Namun, stimulasi dopamin berlebihan ini menyebabkan
otak menjadi lebih sulit menikmati hal-hal sederhana, memengaruhi keseimbangan
emosi, produktivitas, dan hubungan sosial.
Dampak
lainnya adalah overload informasi, yang membuat otak kewalahan menerima
terlalu banyak rangsangan tanpa henti. Studi dari Journal of Social and
Clinical Psychology menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang tidak
terkontrol meningkatkan risiko stres, kecemasan, dan depresi. Orang cenderung
membandingkan hidup mereka dengan tampilan "sempurna" yang sering
dipamerkan di media sosial, memunculkan perasaan rendah diri.
Dalam konteks ini, wasatiyyah mendorong kita untuk menggunakan media sosial secara moderat, dengan tujuan yang bermanfaat, tanpa mengabaikan kehidupan nyata. Rasulullah SAW juga bersabda:
“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak
bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi).
Menjaga Keseimbangan (Wasatiyyah): Prinsip Hidup Harmonis dalam Islam
Solusi
praktis yang bisa diterapkan untuk detoks media sosial antara lain:
- Tetapkan waktu khusus untuk
media sosial
sehingga penggunaannya tidak mengganggu aktivitas produktif.
- Gantikan scrolling dengan
aktivitas lain
seperti membaca, berolahraga, atau berdzikir.
- Berpuasa digital selama beberapa hari untuk
mengistirahatkan otak dan mental dari overstimulasi.
Pendekatan
Islam yang mengutamakan refleksi, dzikir, dan meninggalkan hal sia-sia dapat
membantu mengatasi dampak negatif media sosial. Dengan begitu, kita tidak hanya
menjaga kesehatan mental dan otak, tetapi juga mendekatkan diri kepada Allah,
menciptakan kehidupan yang lebih bermakna.
Dampak Media Sosial pada Kesehatan Otak dan Mental
- Kecanduan Dopamin
Dopamin adalah zat kimia di otak yang berperan dalam memberikan rasa senang dan motivasi. Setiap kali kita menerima notifikasi, like, atau menemukan konten menarik, otak menghasilkan dopamin. Namun, stimulasi berlebihan ini dapat membuat otak kecanduan, sehingga kita terus-menerus mencari kepuasan instan.
Penelitian Ahli:
Menurut Dr. Anna Lembke, seorang psikiater dan penulis buku Dopamine Nation,
terlalu sering mencari "dopamin rush" dapat menyebabkan kelelahan
mental, depresi, dan menurunkan kemampuan otak untuk merasakan kebahagiaan dari
hal-hal sederhana.
- Overload Informasi
Scrolling media sosial tanpa arah sering kali membuat otak kewalahan menerima terlalu banyak informasi yang tidak relevan. Hal ini bisa menyebabkan stres, gangguan konsentrasi, dan kesulitan mengambil keputusan. - Dampak pada Kesehatan Mental
Menurut penelitian yang dipublikasikan di Journal of Social and Clinical Psychology, penggunaan media sosial yang berlebihan berkaitan dengan meningkatnya perasaan kesepian, kecemasan, dan depresi, terutama akibat membandingkan diri dengan kehidupan orang lain yang tampak sempurna di media sosial.
Psikologi Islam: Menemukan Keseimbangan dalam Hidup
Islam
menawarkan solusi untuk mengatasi masalah ini dengan prinsip moderasi,
kesadaran diri, dan tujuan hidup yang jelas. Beberapa pendekatan Islam yang
relevan adalah:
- Meninggalkan Hal yang Tidak
Bermanfaat
Rasulullah SAW bersabda:
“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi).
Prinsip ini mengajarkan kita untuk menggunakan waktu
dengan bijak dan menghindari aktivitas yang tidak memberikan manfaat, termasuk
scrolling tanpa tujuan.
- Mengutamakan Dzikir dan
Refleksi
Islam mengajarkan pentingnya merenung dan berdzikir untuk menenangkan hati dan pikiran. Ketika kita merasa gelisah akibat media sosial, mengambil waktu untuk berdzikir atau bermeditasi dalam Islam bisa menjadi cara efektif untuk meredakan stres. - Menjaga Keseimbangan Hidup
(Wasatiyyah)
Al-Qur'an mengajarkan prinsip moderasi dalam segala hal:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia...” (QS. Al-Qasas: 77).
Dalam konteks media sosial, wasatiyyah mengingatkan
kita untuk tidak berlebihan dan menggunakan media sosial dengan niat dan tujuan
yang jelas.
Tips Praktis untuk Detoks Media Sosial
- Tetapkan Waktu Khusus
Atur waktu tertentu untuk menggunakan media sosial, misalnya hanya satu jam sehari. - Hapus Aplikasi yang Tidak
Diperlukan
Kurangi jumlah aplikasi media sosial untuk mengurangi distraksi. - Gantikan dengan Aktivitas
Positif
Gunakan waktu luang untuk membaca buku, berolahraga, atau memperdalam ibadah. - Berpuasa Digital
Cobalah "puasa" dari media sosial selama beberapa hari untuk merasakan manfaatnya pada kesehatan mental dan emosi.
Pendapat Ahli dari Luar dan Dalam Negeri
Dr. Cal Newport
Penulis buku Digital Minimalism ini menyarankan untuk mengurangi ketergantungan pada media sosial dan menggantinya dengan interaksi langsung yang lebih bermakna.Prof. Rhenald Kasali
Dalam bukunya Self-Driving, ia menjelaskan bahwa kecanduan digital dapat membatasi kreativitas dan produktivitas. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya mengendalikan diri dan mengelola waktu secara bijak.Imam Al-Ghazali
Dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, beliau menekankan pentingnya menjaga hati dari hal-hal yang sia-sia dan memfokuskan diri pada tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Kesimpulan
Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern, tetapi penggunaannya yang tidak bijak dapat menjadi bumerang, mengancam kesehatan mental dan keseimbangan hidup. Aktivitas seperti scrolling tanpa arah memicu kecanduan dopamin yang merusak otak, memicu stres, kecemasan, dan perasaan tidak cukup baik akibat perbandingan sosial.
Dalam menghadapi tantangan ini, Islam menawarkan solusi holistik yang relevan. Prinsip-prinsip seperti syukur, zuhud (kesederhanaan), muhasabah (refleksi diri), dan wasatiyyah (keseimbangan) dapat menjadi panduan untuk kembali pada fitrah manusia. Berhenti membandingkan nikmat yang kita miliki dengan orang lain, seperti yang disampaikan Gus Baha, adalah langkah pertama untuk membangun ketenangan batin.
Selain itu, praktik ibadah seperti shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an memberikan kedamaian yang tidak dapat digantikan oleh hiburan duniawi. Dengan memanfaatkan waktu untuk memperbaiki diri, memperkuat hubungan sosial yang sehat, dan mendekatkan diri kepada Allah, kita dapat mengatasi efek negatif media sosial dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna.
Menjaga keseimbangan dalam menggunakan teknologi adalah kunci untuk memanfaatkan kemajuan tanpa mengorbankan kesehatan mental dan spiritual. Dengan mempraktikkan ajaran Islam, kita tidak hanya menjaga kesehatan mental, tetapi juga mendapatkan ketenangan sejati dan keberkahan dalam hidup. Ingatlah, ketenangan tidak ditemukan di layar, tetapi di hati yang selalu bersyukur dan berserah kepada-Nya.
Daftar Pustaka
1. Keles,
B., McCrae, N., & Grealish, A. (2020). A Systematic Review: The
Influence of Social Media on Depression, Anxiety, and Psychological Distress in
Adolescents. International Journal of Adolescence and Youth, 25(1), 79-93.
DOI: 10.1080/02673843.2019.1590851
2. Twenge,
J. M., & Campbell, W. K. (2018). Associations between Screen Time and
Lower Psychological Well-Being among Children and Adolescents: Evidence from a
Population-Based Study. Preventive Medicine Reports, 12, 271-283.
DOI: 10.1016/j.pmedr.2018.10.003
3. Huda,
M., Muhamad, N. H. N., Mat Teh, K. S., & Mohd Nasir, B. (2017). Transmitting
Leadership Based Civic Responsibility: Insights from Service Learning. International
Journal of Ethics and Systems, 33(1), 2-23.
DOI: 10.1108/IJOES-03-2016-0011
4. Nasir,
S. (2021). Media Sosial dan Kesehatan Mental Remaja: Studi Literatur.
Jurnal Psikologi Islam dan Kesehatan Mental, 6(1), 34-46.
Retrieved from: https://journal.islamicpsychology.ac.id/
5. Lembke,
A. (2021). Dopamine Nation: Finding Balance in the Age of Indulgence.
Dutton.
6. Newport,
C. (2019). Digital Minimalism: Choosing a Focused Life in a Noisy World.
Portfolio Penguin.
7. Al-Ghazali,
I. (2015). Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama). Terjemahan.
Jakarta: Republika Penerbit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar