Teks Berjalan

Selamat Datang di Blog abuyasin.com Selamat Datang di Blog abuyasin.com

Rabu, 20 November 2024

Detoks Media Sosial: Mengembalikan Keseimbangan Otak dan Mental dengan Pendekatan Psikologi Islam

 



Di era digital ini, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Meski menawarkan kemudahan dalam berkomunikasi dan berbagi informasi, penggunaan media sosial yang berlebihan, terutama tanpa tujuan yang jelas, membawa dampak negatif bagi kesehatan mental dan otak. Aktivitas seperti scrolling tanpa henti dapat memicu kecanduan dopamin—zat kimia otak yang memberikan rasa senang. Namun, stimulasi dopamin berlebihan ini menyebabkan otak menjadi lebih sulit menikmati hal-hal sederhana, memengaruhi keseimbangan emosi, produktivitas, dan hubungan sosial.

Dampak lainnya adalah overload informasi, yang membuat otak kewalahan menerima terlalu banyak rangsangan tanpa henti. Studi dari Journal of Social and Clinical Psychology menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang tidak terkontrol meningkatkan risiko stres, kecemasan, dan depresi. Orang cenderung membandingkan hidup mereka dengan tampilan "sempurna" yang sering dipamerkan di media sosial, memunculkan perasaan rendah diri.

Dari sudut pandang Islam, menjaga keseimbangan (wasatiyyah) adalah prinsip utama yang sangat relevan. Al-Qur'an mengingatkan:

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia...” (QS. Al-Qasas: 77).

Dalam konteks ini, wasatiyyah mendorong kita untuk menggunakan media sosial secara moderat, dengan tujuan yang bermanfaat, tanpa mengabaikan kehidupan nyata. Rasulullah SAW juga bersabda:


“Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi).

Menjaga Keseimbangan (Wasatiyyah): Prinsip Hidup Harmonis dalam Islam

Wasatiyyah adalah konsep keseimbangan yang diajarkan dalam Islam, mengarahkan umat untuk menjalani kehidupan secara moderat, tanpa berlebihan atau kekurangan. Konsep ini berasal dari kata "wasat" dalam bahasa Arab, yang berarti tengah, seimbang, atau adil. Allah SWT berfirman:
"Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan..." (QS. Al-Baqarah: 143).

Esensi Wasatiyyah dalam Kehidupan

  1. Keseimbangan antara Dunia dan Akhirat
    Islam menekankan pentingnya meraih kebahagiaan dunia tanpa melupakan akhirat. Hal ini dijelaskan dalam QS. Al-Qasas: 77:
    "Carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia."

  2. Keseimbangan dalam Ibadah dan Kehidupan Sehari-hari
    Rasulullah SAW mengingatkan pentingnya beribadah tanpa melupakan kebutuhan jasmani. Dalam sebuah hadis, beliau bersabda:
    "Sesungguhnya badanmu memiliki hak atasmu, matamu memiliki hak atasmu, dan istrimu memiliki hak atasmu." (HR. Bukhari).

  3. Keseimbangan dalam Mengelola Emosi
    Wasatiyyah mengajarkan kita untuk tidak terlalu larut dalam kesedihan maupun kebahagiaan. Rasulullah SAW mencontohkan sikap sabar dalam musibah dan bersyukur dalam kebahagiaan sebagai bentuk keseimbangan emosional.

Solusi praktis yang bisa diterapkan untuk detoks media sosial antara lain:

  1. Tetapkan waktu khusus untuk media sosial sehingga penggunaannya tidak mengganggu aktivitas produktif.
  2. Gantikan scrolling dengan aktivitas lain seperti membaca, berolahraga, atau berdzikir.
  3. Berpuasa digital selama beberapa hari untuk mengistirahatkan otak dan mental dari overstimulasi.

Pendekatan Islam yang mengutamakan refleksi, dzikir, dan meninggalkan hal sia-sia dapat membantu mengatasi dampak negatif media sosial. Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga kesehatan mental dan otak, tetapi juga mendekatkan diri kepada Allah, menciptakan kehidupan yang lebih bermakna.

Dampak Media Sosial pada Kesehatan Otak dan Mental

  1. Kecanduan Dopamin
    Dopamin adalah zat kimia di otak yang berperan dalam memberikan rasa senang dan motivasi. Setiap kali kita menerima notifikasi, like, atau menemukan konten menarik, otak menghasilkan dopamin. Namun, stimulasi berlebihan ini dapat membuat otak kecanduan, sehingga kita terus-menerus mencari kepuasan instan.

Penelitian Ahli:
Menurut Dr. Anna Lembke, seorang psikiater dan penulis buku Dopamine Nation, terlalu sering mencari "dopamin rush" dapat menyebabkan kelelahan mental, depresi, dan menurunkan kemampuan otak untuk merasakan kebahagiaan dari hal-hal sederhana.

  1. Overload Informasi
    Scrolling media sosial tanpa arah sering kali membuat otak kewalahan menerima terlalu banyak informasi yang tidak relevan. Hal ini bisa menyebabkan stres, gangguan konsentrasi, dan kesulitan mengambil keputusan.
  2. Dampak pada Kesehatan Mental
    Menurut penelitian yang dipublikasikan di Journal of Social and Clinical Psychology, penggunaan media sosial yang berlebihan berkaitan dengan meningkatnya perasaan kesepian, kecemasan, dan depresi, terutama akibat membandingkan diri dengan kehidupan orang lain yang tampak sempurna di media sosial.
Gus Baha, seorang ulama yang dikenal dengan kebijaksanaan dan kesederhanaannya, memberikan sebuah nasihat yang relevan untuk zaman ini. Beliau mengatakan bahwa obat stres hanya satu: “Berhenti membandingkan nikmat yang kita punya dengan orang lain.”

Nasihat ini tidak hanya bijaksana tetapi juga memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam, psikologi, dan kesejahteraan mental. Berikut adalah ulasan lebih mendalam mengenai pesan ini:

Akar Stres: Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Di era media sosial, membandingkan diri dengan orang lain menjadi hal yang sangat umum. Kita sering melihat pencapaian, kemewahan, atau kebahagiaan orang lain, sehingga tanpa sadar merasa kurang puas dengan apa yang kita miliki.

Psikologi menyebut fenomena ini sebagai social comparison theory, yang diperkenalkan oleh Leon Festinger. Teori ini menjelaskan bahwa manusia cenderung menilai diri mereka sendiri berdasarkan perbandingan dengan orang lain. Jika perbandingan tersebut negatif, stres dan rasa minder seringkali muncul.

Islam mengingatkan kita untuk menghindari sikap ini. Dalam QS. An-Nisa: 32, Allah SWT berfirman:
"Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang Allah lebihkan kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain."

 

Psikologi Islam: Menemukan Keseimbangan dalam Hidup

Islam menawarkan solusi untuk mengatasi masalah ini dengan prinsip moderasi, kesadaran diri, dan tujuan hidup yang jelas. Beberapa pendekatan Islam yang relevan adalah:

  1. Meninggalkan Hal yang Tidak Bermanfaat
    Rasulullah SAW bersabda:
    “Di antara kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. Tirmidzi).

Prinsip ini mengajarkan kita untuk menggunakan waktu dengan bijak dan menghindari aktivitas yang tidak memberikan manfaat, termasuk scrolling tanpa tujuan.

  1. Mengutamakan Dzikir dan Refleksi
    Islam mengajarkan pentingnya merenung dan berdzikir untuk menenangkan hati dan pikiran. Ketika kita merasa gelisah akibat media sosial, mengambil waktu untuk berdzikir atau bermeditasi dalam Islam bisa menjadi cara efektif untuk meredakan stres.
  2. Menjaga Keseimbangan Hidup (Wasatiyyah)
    Al-Qur'an mengajarkan prinsip moderasi dalam segala hal:
    “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia...” (QS. Al-Qasas: 77).

Dalam konteks media sosial, wasatiyyah mengingatkan kita untuk tidak berlebihan dan menggunakan media sosial dengan niat dan tujuan yang jelas.

 

Tips Praktis untuk Detoks Media Sosial

  1. Tetapkan Waktu Khusus
    Atur waktu tertentu untuk menggunakan media sosial, misalnya hanya satu jam sehari.
  2. Hapus Aplikasi yang Tidak Diperlukan
    Kurangi jumlah aplikasi media sosial untuk mengurangi distraksi.
  3. Gantikan dengan Aktivitas Positif
    Gunakan waktu luang untuk membaca buku, berolahraga, atau memperdalam ibadah.
  4. Berpuasa Digital
    Cobalah "puasa" dari media sosial selama beberapa hari untuk merasakan manfaatnya pada kesehatan mental dan emosi.

Pendapat Ahli dari Luar dan Dalam Negeri

  1. Dr. Cal Newport
    Penulis buku Digital Minimalism ini menyarankan untuk mengurangi ketergantungan pada media sosial dan menggantinya dengan interaksi langsung yang lebih bermakna.

  2. Prof. Rhenald Kasali
    Dalam bukunya Self-Driving, ia menjelaskan bahwa kecanduan digital dapat membatasi kreativitas dan produktivitas. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya mengendalikan diri dan mengelola waktu secara bijak.

  3. Imam Al-Ghazali
    Dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, beliau menekankan pentingnya menjaga hati dari hal-hal yang sia-sia dan memfokuskan diri pada tujuan yang bermanfaat bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Kesimpulan

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern, tetapi penggunaannya yang tidak bijak dapat menjadi bumerang, mengancam kesehatan mental dan keseimbangan hidup. Aktivitas seperti scrolling tanpa arah memicu kecanduan dopamin yang merusak otak, memicu stres, kecemasan, dan perasaan tidak cukup baik akibat perbandingan sosial.

Dalam menghadapi tantangan ini, Islam menawarkan solusi holistik yang relevan. Prinsip-prinsip seperti syukur, zuhud (kesederhanaan), muhasabah (refleksi diri), dan wasatiyyah (keseimbangan) dapat menjadi panduan untuk kembali pada fitrah manusia. Berhenti membandingkan nikmat yang kita miliki dengan orang lain, seperti yang disampaikan Gus Baha, adalah langkah pertama untuk membangun ketenangan batin.

Selain itu, praktik ibadah seperti shalat, dzikir, dan membaca Al-Qur'an memberikan kedamaian yang tidak dapat digantikan oleh hiburan duniawi. Dengan memanfaatkan waktu untuk memperbaiki diri, memperkuat hubungan sosial yang sehat, dan mendekatkan diri kepada Allah, kita dapat mengatasi efek negatif media sosial dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna.

Menjaga keseimbangan dalam menggunakan teknologi adalah kunci untuk memanfaatkan kemajuan tanpa mengorbankan kesehatan mental dan spiritual. Dengan mempraktikkan ajaran Islam, kita tidak hanya menjaga kesehatan mental, tetapi juga mendapatkan ketenangan sejati dan keberkahan dalam hidup. Ingatlah, ketenangan tidak ditemukan di layar, tetapi di hati yang selalu bersyukur dan berserah kepada-Nya.

Daftar Pustaka

1.      Keles, B., McCrae, N., & Grealish, A. (2020). A Systematic Review: The Influence of Social Media on Depression, Anxiety, and Psychological Distress in Adolescents. International Journal of Adolescence and Youth, 25(1), 79-93.
DOI: 10.1080/02673843.2019.1590851

2.      Twenge, J. M., & Campbell, W. K. (2018). Associations between Screen Time and Lower Psychological Well-Being among Children and Adolescents: Evidence from a Population-Based Study. Preventive Medicine Reports, 12, 271-283.
DOI: 10.1016/j.pmedr.2018.10.003

3.      Huda, M., Muhamad, N. H. N., Mat Teh, K. S., & Mohd Nasir, B. (2017). Transmitting Leadership Based Civic Responsibility: Insights from Service Learning. International Journal of Ethics and Systems, 33(1), 2-23.
DOI: 10.1108/IJOES-03-2016-0011

4.      Nasir, S. (2021). Media Sosial dan Kesehatan Mental Remaja: Studi Literatur. Jurnal Psikologi Islam dan Kesehatan Mental, 6(1), 34-46.
Retrieved from: https://journal.islamicpsychology.ac.id/

5.      Lembke, A. (2021). Dopamine Nation: Finding Balance in the Age of Indulgence. Dutton.

6.      Newport, C. (2019). Digital Minimalism: Choosing a Focused Life in a Noisy World. Portfolio Penguin.

7.      Al-Ghazali, I. (2015). Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-Ilmu Agama). Terjemahan. Jakarta: Republika Penerbit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar